Menuju konten utama

Argumentasi Hukum yang Disiapkan untuk Bebaskan Ahok

Pihak Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama, Sirra Prayuna mengaku berbagai argumentasi bahwa dakwaan tidak bisa diterima atau dakwaan batal demi hukum sudah diantisipasi oleh tim penasehat hukum.

Argumentasi Hukum yang Disiapkan untuk Bebaskan Ahok
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12). ANTARA FOTO/REUTERS/Tatan Syuflana.

tirto.id - Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama, Sirra Prayuna sudah memprediksi Jaksa Penuntut Umum tidak akan menerima pendapat kuasa hukum yang menolak isi dakwaan.

"Kita sudah bisa prediksikan pendapat Jaksa Penuntut Umum pasti menolak," ujar Sirra usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (20/12/2016).

Sirra mengaku, berbagai argumentasi bahwa dakwaan tidak bisa diterima atau dakwaan batal demi hukum sudah diantisipasi oleh tim penasehat hukum. Ketika jaksa sudah selesai membacakan pendapatnya, penasehat hukum ingin langsung menanggapi pernyataan jaksa. Namun majelis hakim menilai ketentuan KUHAP tidak ada kelaziman sesuai pasal 182 tentang mekanisme proses persidangan dalam replik.

"Jaksa sempat menyampaikan itu, tetapi ini tidak lazim dan sebagainya. Kita serahkan kepada ketua majelis," ujar Sirra.

Selain itu, Sirra menerangkan, jaksa tidak menggunakan mekanisme hukum berupa teguran kepada pihak yang melakukan penistaan. Padahal, penegakan pasal 156 dan 156a baru bisa dilakukan apabila penegak hukum sudah melakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Sirra pun juga sudah memprediksi pandangan jaksa terkait masalah tersebut.

"Kalau itu bersifat memiliki satu pandangan yang berbeda di dalam melihat ketentuan 156 kami sudah bisa prediksi itu," kata Sirra.

Usai persidangan, Sirra pun mengaku heran terkait pernyataan jaksa bahwa pasal 156a merupakan delik formil. Menurut dia, belum ada satu pun pihak yang menilai pasal 156a sebagai delik formil.

"Saya belum pernah menemukan satu literatur mana pun pasal 156a itu delik formil," kata Sirra.

Sirra menjelaskan, tidak ada satu pun pernyataan pembuat undang-undang yang mengkualifisir bahwa pasal 156a delik formil. Selain itu, penetapan pasal 156a sebagai delik formil atau materil merupakan wewenang hakim selaku pemimpin persidangan. Hal itu terlihat dari pernyataan 'barangsiapa dengan maksud' dalam pasal tersebut.

Berkaca dari frasa tersebut, Sirra menilai hanya hakim yang bisa menilai apakah pasal tersebut masuk delik formil atau materil, bukan jaksa penuntut umum. Apabila delik formil, peristiwa harus nyata dan berkaitan dengan maksud satu kehendak. Menurut Sirra, penuntut masih belum menjabarkan secara detil isi dakwaan. Ia melihat, jaksa tidak menjelaskan secara detil siapa subyek hukum yang terganggu dari tuduhan atau pernyataan Ahok.

"Kita tidak melihat itu dalam susunan dakwaannya. Kalau apa yang dijelaskan itu tadi requisitor, tuntutan dan itu harus nanti dilihat dari aspek pembuktian," kata Sirra.

Kini, Sirra dan teman-teman penasehat hukum Ahok menunggu putusan sela yang akan dikeluarkan majelis hakim. Mereka berharap putusan sela yang dikeluarkan oleh majelis hakim berjalan baik dan benar. Ia pun tidak ingin berandai-andai mendapat putusan yang memenangkan Ahok.

"Ya nanti lah. Kita tidak boleh mendahului. Biarkan hakim untuk berpikir mengkaji memeriksa dengan cermat. Mudah-mudahan ada putusan sela yang terbaik lah," tutup Sirra.

Baca juga artikel terkait AHOK atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Hukum
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora