Menuju konten utama

Arbitrase: Cina Tak Berhak Atas Perairan Laut Cina Selatan

Sebuah keputusan besar dilakukan oleh Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) di Den Haag, Belanda. PCA memutuskan bahwa Cina tak memiliki hak sejarah terhadap perairan Laut Cina Selatan.

Arbitrase: Cina Tak Berhak Atas Perairan Laut Cina Selatan
Kapal induk uss john c. stennis (cvn 74) dan uss ronald reagan (cvn 76) (ka) kelas nimitz melakukan operasi kelompok serangan ganda kapal induk di area operasi armada us ke-7 untuk mendukung keamanan dan stabilitas indo-asia-pasifik di laut Filipina, sabtu (18/6). Antara foto/courtesy jake greenberg/u.s. navy/handout via reuters.

tirto.id - Cina tak memiliki hak sejarah atas perairan Laut China Selatan (LCS) dan bahwa negara itu telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dengan aksi-aksinya yang dilakukannya.

Demikian putusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) pada Selasa (12/7/2016)

Pasca keputusan besar ini, langsung membuat marah Beijing yang menolak kasus tersebut dan menyebutnya sebuah lelucon.

Cina yang memboikot dengar pendapat di PCA di Den Haag, Belanda, berjanji lagi tidak akan mematuhi keputusan tersebut dan menyatakan angkatan bersenjatanya akan pertahankan kedaulatan dan kepentingan maritimnya.

Kantor berita Cina Xinhua melaporkan beberapa saat sebelum keputusan itu diumumkan bahwa sebuah pesawat sipil Cina sukses melakukan pengujian kalibrasi di dua bandar udara baru in Kepulauan Spratly yang disengketakan.

Dan Kementerian Pertahanan Cina mengumumkan bahwa sebuah kapal penghancur baru yang dilengkapi peluru kendali diresmikan di sebuah pakalan di Provinsi Hainan, pulau di bagian selatan Cina, yang mempunyai tanggung jawab atas wilayah LCS.

"Putusan ini merupakan sebuah tamparan hukum yang menghancurkan atas klaim-klaim yurisdiksi Cina di Laut China Selatan," kata Ian Storey, dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura, kepada kantor berita Reuters.

"Cina akan menanggapi dengan amarah, tentu dengan retorika dan barangkali melalui aksi-aksi agresif di laut." Cina mengklaim sebagian besar perairan yang kaya minyak itu. Perdagangan sekitar 5 triliun dolar AS yang diangkut dengan kapal-kapal melintasi perairan tersebut tiap tahun. Tetangga-tetangga Cina, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga merupakan para pihak yang turut mengklaim.

Dalam panel PCA mengatakan tak ada basis hukum bagi Cina untuk mengklaim hak sejarah atas sumber daya di dalam apa yang disebut garis putus-putus sebanyak sembilan yang mencakup banyak wilayah LCS.

Dikatakan, Cina telah mencampuri hak-hak mencari ikan tradisional Filipina di Scarborough Shoal, salah satu dari ratusan pulau karang di laut itu, dan telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dengan melakukan eksplorasi minyak dan gas dekat Reed Bank, tempat lain di kawasan tersebut.

Tak satu pun dari pulau karang Cina di Kepulauan Spratly masuk dalam kategori zona ekonomi ekslusif 200 mil.

Kementerian Luar Negeri Cina menolak dengan tegas keputusan itu, dengan menyatakan rakyatnya telah memiliki sejarah lebih 2.000 tahun di LCS, bahwa pulau-pulaunya mempunyai zona ekonomi eksklusif dan pihaknya telah mengumukan ke dunia peta garis bintik-bintiknya pada tahun 1948.

"Kedaulatan teritorial dan hak-hak maritim dan kepentingan Cina di LCS tak akan terpengaruh oleh putusan-putusan itu. Cina menentang dan tak akan pernah menerima setiap klaim atau aksi atas dasar keputusan-keputusan tersebut," katanya.

Namun, kementerian itu juga mengulangi bahwa Cina menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan navigasi dan terbang dan Cina siap menyelesaikan perselisihan secara damai melalui pembicaraan dengan negara-negara yang terkait langsung.

Kementerian Pertahanan Cina menyatakan dalam sebuah pernyataan berbahasa Inggris dan Cina beberapa saat sebelum keputusan PCA diumumkan bahwa angkatan bersenjata Cina akan "mempertahankan kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan dan hak-hak maritim, menjunjung tinggi perdamaian dan stabilitas regional, dan siap menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan".

Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menyatakan kasus itu telah menjadi lelucon sejak awal hingga akhir dan membuat perselisihan itu ke dalam wilayah bahaya, memperburuk ketegangan dan konfrontasi.

Tetapi Wang dalam komentar yang disiarkan media mengeluarkan suara yang tak memicu konflik, dengan menyatakan bahwa sudah waktunya untuk menempatkan segala sesuatu di lintasan yang tepat dan menggarisbawahi ketulusan pemerintah baru Filipina dalam mangambil langkah-langkah untuk memeperlihatkan kesediaan memperbaiki hubungan.

Putusan itu juga menyatakan Cina telah menyebabkan kerusakan permanen atas ekosistem terumbu karang di Spratlys, tuduhan-tuduhan yang ditolak Cina.

Panel itu mengakui penolakan Cina untuk berperan serta, tetapi mengatakan mereka berusaha untuk mempertimbangkan posisi Cina atas dasar pernyataan-pernyataan dan korespondensi diplomatiknya.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Hukum
Reporter: Antara
Penulis: Suhendra
Editor: Suhendra