tirto.id - Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyebut rumput laut dapat digunakan sebagai pupuk hingga dijadikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Apakah benar demikian dan bagaimana kaitannya dengan biofuel?
Pernyataan Prabowo itu disampaikan dalam acara bersama KADIN (Kamar Dagang dan Industri) yang disiarkan tvOne dengan tajuk "Menuju Indonesia Emas 2045", Jumat, 12 Januari 2024, di Djakarta Theater, Menteng, Jakarta Pusat.
Sang pemandu program menanyakan terkait komoditas ekspor yang bakal dikembangkan selain CPO. Prabowo lantas menjawab semua hal rencananya akan dikembangkan.
"Rumput laut, rumput laut itu bisa kita pakai sebagai gantinya pupuk. Rumput laut bisa kita jadikan BBM. Luar biasa rumput laut," beber Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan itu.
Lantas, bagaimana kebenaran terkait klaim Prabowo Subianto tersebut?
Pengertian Biofuel
Biofuel merupakan bahan bakar hasil pengolahan bahan-bahan organik biomassa. Pengertian lain adalah bahan bakar hasil pengolahan secara organik dengan berbahan dasar senyawa dalam tanaman maupun hewan.
Sifat biofuel terdiri atas gas dan cairan. Mengutip laman Solarindustri.com, kata "bio" berasal dari sifat produksi yang berbahan dasar senyawa-senyawa dalam makhluk hidup.
Biofuel memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) yang dapat diperbarui. Alhasil, penggunaannya diklaim dapat menciptakan keberlanjutan lingkungan untuk masa depan.
"Biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian," ucap Isabel Nunes, assistant professor Universidade de Aveiro, Portugal, via laman UII.
Menurut Isabel, tata cara pembuatan biofuel ada 3 macam, yakni:
- Pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian).
- Fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas yang mengandung hingga 60 persen metana.
- Fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester, serta energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar). Proses fermentasi dapat menghasilkan dua tipe biofuel yakni alkohol dan ester.
- Jatfora
- Gula tebu
- Saga utan
- Kecipir
- Kelor kenari
- Kepok
- Tengkawang tungkul
- Tengkaw terindak
- Mindi
- Margosa
- Bengku
- Rambutan
- Sirsak
- Wijen
- Jarak (kastroli)
- Jarak Pagar
- Kelapa sawit
- Bidaro
Beberapa jenis biofuel tersebut ialah sebagai berikut:
1.Bioetanol
Bioetanol dihasilkan dari fermentasi gula dan pati tanaman seperti tebu atau jagung. Bioetanol bisa digunakan sebagai pengganti bensin.
2. Biodiesel
Biodiesel adalah jenis biofuel yang dihasilkan dari minyak nabati atau lemak hewan. Digunakan sebagai pengganti diesel.
3. Biogas
Biogas dihasilkan dari dekomposisi limbah organik. Hal ini bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik atau kendaraan yang menggunakan mesin khusus.
4. Hidrogen Biofuel
Hidrogen Biofuel tercipta lewat proses biomassa dengan menggunakan gasifikasi atau proses fermentasi.
Keuntungannya adalah sifat yang ramah lingkungan karena dihasilkan dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seperti biomassa. Penggunaan hidrogen turut menghasilkan air sebagai produk samping. Artinya bukan berupa emisi gas rumah kaca atau polutan udara yang dinilai berbahaya.
Apakah Rumput Laut Bisa Dijadikan BBM?
Berdasarkan jurnal "Potensi Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan Untuk Mendukung Ketahanan Energi Daerah (Studi Di Provinsi Bali)" tahun 2018, rumput laut jenis Euchema cottonii memiliki potensi sebagai bahan bioetanol.
Dikatakan bahwa 100g rumput laut jenis Euchema cottonii ternyata mengandung energi sebesar 72.6208 kalori atau setara dengan 0.2882 btu (Britishl thermall unit).
Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya (Saniha Adini, 2015), 1 kg rumput laut dapat menghasilkan 215.6 g bioetanol dengan berat jenis etanol sebesar 0.785kg/l. Oleh sebab itu, 1 kg rumput laut dapat menghasilkan total 169.25 ml bioetanol.
Penelitian yang dilakukan di Provinsi Bali ini menggunakan sisa limbah rumput laut jenis Euchema cottonii. Hasilnya berupa potensi energi sebesar 15,305,035.667 kcal (kilokalori) atau setara 64,079.123 MJoule (MegaJoule) dan 60,730,381.53 btu.
Nofriya dalam jurnal "Pendayagunaan Sumber Daya Genetik Rumput Laut Sebagai Alternatif di Masa Depan" tahun 2015 menjelaskan proses pembuatan bioetanol dari rumput laut.
Di antaranya persiapan bahan baku berupa proses hidrolisa pati menjadi glukosa hingga menghasilkan 3 enzim utama dalam selulase kompleks, yakni endoglukanase, eksoglukanase, dan selobiase.
Cara lain adalah proses fermentasi dengan merubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Serta lewat proses pemurnian hasil dengan cara distilasi.
Secara kimia, kandungan rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,60%), serat kasar (3,0%), dan abu (22,25%).
Lewat uji proksimat yang dilakukan pada limbah rumput laut kering, hasil masing-masing komponen berupa kadar air 11.28%, kadar abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1.86%, kadar serat kasar 8,96%, dan karbohidrat 41,43%. Ini membuktikan bahwa rumput laut memiliki kandungan selulosa yang tinggi.
Rumput laut disebutkan dapat menghasilkan 200 liter bioetanol. Perhitungan kasar adalah setiap hektar bisa dihasilkan 7.200—9.600 liter per tahun.
Dalam kesimpulannya, rumput laut juga dituliskan mampu menghasilkan etanol yang lebih banyak daripada tumbuhan lain lewat metode hidrolisa pati menjadi glukosa, fermentasi dan proses distilasi.
Jika diproduksi secara masal, pemanfaatan rumput laut sekaligus dapat mengurangi pemakaian BBM yang ketersediannya semakin sedikit.
Penulis: Beni Jo
Editor: Iswara N Raditya