tirto.id - Musim hujan diprediksi akan datang tak lama lagi, dan saat ini kita sedang memasuki masa peralihan dari musim panas ke musim hujan.
Perubahan cuaca ini lantas memunculkan pertanyaan apakah kondisi ini memperparah penyebaran COVID-19?
Namun begitu, perlu diperhatikan bahwa penelitian ini belum melalui proses peer-riview.
Walau virus COVID-19 telah menyebar secara global, penelitian Araujo dan Naimi yang dipublikasikan pada 31 Maret lalu tersebut, menunjukan kasus COVID-19 memiliki pengelompokan di daerah yang relatif dingin dan kering.
Sementara itu, SARS yang juga menjadi kasus global 2002 hingga 2003 juga memperlihatkan pola yang sama.
Penelitian ini mengatakan, apabila penyebaran COVID-19 terus mengikuti pola tersebut, bisa disimpulkan bahwa wabah COVID-19 merupakan wabah musiman.
Berdasarkan temuan pemodelan yang dipakai dalam penelitian milik Araujo, iklim hangat ataupun dingin berpengaruh pada kecepatan penyabaran virus.
Sedangkan, iklim kering ataupun tropis tidak mendukung penyebaran virus. Meski demikian, Araujo dan Naimi ragu bahwa asumsi itu juga terjadi pada daerah-daerah seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.
Hal lain yang penting untuk dicatat adalah, berbagai perhitungan menyebutkan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia hanya merupakan puncak dari gunung es.
Sejalan dengan hal ini, Profesor Ilmu Bumi dan Planet di John Hopkins University, Ben Zaitchick sebagai pemimpin dari gugus tugas Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menuturkan bahwa pengaruh ilkim terhadap penyebaran COVID-19, masih perlu penelitian lebih lanjut.
Hal tersebut dibutuhkan untuk memastikan ada tidaknya faktor iklim, lingkungan, serta meteorologi yang dapat mempengaruhi penyebaran COVID-19.
Penjelasan lebih lanjut dari WMO dalam sebuah simposium yaitu, publikasi terkait virus SARS-CoV-2 serta penyakit COVID-19 tidak memperlihatkan respons yang kuat dan konsisten terhadap suhu. Hal ini juga termasuk, kelembaban, angin, radiasi matahari ataupun penggerak meteorologi dan lingkungan lain yang dianjurkan.
Pihaknya mengatakan, untuk tidak berfokus pada penelitian tunggal yang dibahas sebelumnya.
Semua penelitian mestinya dapat dikomunikasikan dengan baik, sehingga tidak menimbulan persepsi yang salah.
Meski begitu, Zaitchick menuturkan bahwa terdapat hal lainnya yang menyebabkan penyakit COVID-19 dapat menyebar pada iklim kering ataupun dingin. Akan tetapi, fakta tentang hal ini sifatnya variatif.
Dia menambahkan, gugus tugas WMO masih dalam proses pengembangan standar untuk mewujudkan cara terbaik.
Pengerjaan tersebut mesti dilakukan melalui penelitian agar dapat mengukur pengaruh kompleks dari faktor, iklim, cuaca, ataupun lingkungan pada COVID-19.
Begitu juga, seperti yang disampaikan oleh dokter dari RSUD Kota, Tanjung Priok, Siti Rosidah.
Dirinya mengingatkan musim hujan ataupun panas terutama di masa pandemi, dianjurkan untuk tetap waspada dan tetap menjaga kesehatan tubuh.
"Batasi jam kantor, jangan berlebihan. Tidak baik jika lembur atau tidur terlalu malam, mengingat proses detoksifikasi tubuh terjadi pada malam hari oleh organ hati. Oleh karena itu, seseorang yang kurang tidur akan bermasalah dengan proses di heparnya (hati),"ujar Siti Rosidah, sebagaimana yang dilaporkan dari Antara News.
Dia juga menambahkan agar tubuh tetap memiliki asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
Selain itu, rutin beraktivitas fisik seperti olahraga dengan intensitas ringan hingga sedang, juga disarankan.
Selama pandemi COVID-19 juga penting untuk menjalankan hal-hal yang dapat membangkitkan semangat, mengelola stres, maupun mood atau suasana hati.
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Nur Hidayah Perwitasari