tirto.id - Amerika Serikat (AS) tengah menghadapi ancaman gagal bayar utang atau default. Kondisi ini diprediksi oleh para pakar tidak hanya dapat memengaruhi ekonomi AS, tetapi juga secara global.
Jika AS gagal bayar utang, ada beberapa dampak yang dapat terjadi pada negara-negara lain yang bekerja sama dengan AS, termasuk Indonesia. Lalu, apa yang terjadi pada Indonesia jika AS gagal bayar utang?
Kabar terkait AS yang berisiko gagal bayar utang telah mencuat sejak awal tahun 2023. Berdasarkan catatan Departemen Keuangan Federal AS, utang yang masih berlaku negara tersebut mencapai 31,4 triliun dolar AS pada 19 Januari 2023.
Sementara itu, dikutip dari Reuters pengumpulan pajak hingga April 2023 diprediksi belum bisa memenuhi pendapatan untuk membayar kewajibannya.
Padahal jatuh tempo pembayaran utang AS diprediksi akan lebih cepat dari yang diperkirakan. Waktu di mana Departemen Keuangan menyatakan tidak memiliki cukup uang untuk membayar utang disebut sebagai 'tanggal-X.'
Rentang tanggal X ini dipengaruhi oleh arus masuk pembayaran pajak di AS, yang diperkirakan berlangsung antara pertengahan Juni hingga awal musim gugur.
Namun, jangkauan pemungutan pajak yang luas serta masalah iklim, bencana alam, dan ekonomi yang belum stabil pasca-pandemi menyebabkan laju penerimaan pajak AS menjadi tidak pasti tahun ini.
Pemerintah AS saat ini memfokuskan untuk mencegah pagu utang negaranya meningkat.
Hal ini menyebabkan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengeluarkan kebijakan luar biasa untuk mencegah batas utang meningkat. Yellen juga memperingatkan bahwa pelanggaran batas utang akan menjadi malapetaka bagi ekonomi.
"Kegagalan menaikkan plafon utang AS akan menyebabkan 'malapetaka'," ungkap Yellen dalam konferensi di Washington seperti yang dikutip dari Associated Press, Minggu (30/4/2023).
Dampak Ekonomi Jika AS Gagal Bayar Utang
Seperti yang disebutkan oleh Yellen, kegagalan bayar utang AS akan menimbulkan malapetaka bagi ekonomi negara tersebut.
Menurut Yellen, jika pagu utang meningkat dan AS tidak memiliki kemampuan membayar, maka AS akan mengalami resesi.
Kondisi resesi ini bersifat tidak pasti, tergantung berapa lama tunggakan utang berlangsung, bagaimana pengelolaannya, hingga masalah sekuritas di Departemen Keuangan.
Dikutip dari The Brookings Institution, skenario terbaik kemunginan AS dapat memiliki kepercayaan investor dan mampu terlepas dari resesi dalam jangka pendek. Namun, dalam kasus terburuk resesi akan berlangsung berkepanjangan dan merusak ekonomi AS.
Dampak negatif dari default yang akan langsung dirasakan oleh ekonomi AS, termasuk:
- penurunan peringkat kredit;
- peningkatan jumlah pinjaman untuk bisnis dan kepemilikan rumah;
- investor menukar dolar ke ekuitas internasional dan obligasi pemerintah asing;
- penurunan kepercayaan konsumen signifikan dan menyebabkan 'market shock';
- lonjakan angka pengangguran, khususnya pada enam bulan pertama;
- inflasi dan naiknya harga-harga mencapai 11 persen hingga 2024.
Apa yang Terjadi pada Indonesia Jika AS Gagal Bayar Utang?
Tidak hanya berdampak pada ekonomi dalam negeri, kegagalan bayar utang AS juga dapat berpengaruh secara global. Masih menurut Reuters, hal ini karena AS banyak menaruh kerja sama dengan negara-negara besar di seluruh dunia.
Indonesia sendiri bekerja sama dengan AS dalam sektor ekspor-impor. Menurut pakar ekonomi dalam negeri, ketika terjadi resesi di AS, maka laju ekspor-impor Indonesia terhadap negara tersebut juga akan melambat.
Selain itu, default utang AS kemungkinan besar akan memicu gelombang kejutan di pasar keuangan global. Hal ini karena investor kehilangan kepercayaan pada kemampuan Pemerintah AS dalam membayar obligasinya.
Akibatnya, nilai obligasi pemerintah AS akan menurun menyebabkan banyak negara yang berinvestasi mengalami kerugian. Hal ini tentu akan memengaruhi Indonesia yang pada 2021 lalu membeli obligasi AS.
Berdasarkan data Departemen Keuangan AS per Juli 2021, Indonesia membeli obligasi AS senilai 22,58 miliar dolar AS atau sekitar Rp322 triliun.
Tidak hanya itu, beberapa negara besar seperti Cina dan Jepang kemungkinan juga akan terdampak default AS. Hal ini kemudian memengaruhi kerja sama mereka dengan Indonesia, dengan kata lain Indonesia juga akan mengalami dampak tidak langsung.
Sementara itu, Kementerian Keuangan RI optimis bahwa ancaman gagal bayar utang AS tidak akan berpengaruh besar terhadap pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
"Isu pagu utang AS sejauh ini tidak memengaruhi pasar keuangan AS maupun pasar keuangan global, sehingga tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar SBN Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian keuangan Suminto, kepada Tirto, Jumat (28/4/2023).
Suminto menjelaskan isu pagu utang Pemerintah di AS lebih bagaimana mereka membiayai fiskal negaranya. AS berkali-kali menghadapi masalah proses persetujuan pagu utang oleh Kongres.
Dia menilai biasanya mereka pada akhirnya dapat mencapai kesepakatan, karena tentunya AS berkepentingan untuk memastikan dapat dibiayakan fiskal mereka, termasuk memenuhi debt services (utang jatuh tempo).
"Sehingga tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar SBN Indonesia," tegasnya.
Editor: Yantina Debora