tirto.id - Pada musim Ujian Nasional (UN) tahun ini, muncul lagi keluhan ihwal sulitnya soal mata pelajaran matematika tingkat sekolah menengah atas. Farin, seorang siswi SMA Negeri 2 Palu, peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019, mengaku harus menguras banyak pikiran untuk dapat selesaikan ujian hitung-menghitung tersebut.
“Soal matematika ada 40 nomor dan rata-rata susah dijawab”, katanya, seperti dikutip Antara, Selasa (2/4/2019).
Tahun lalu, sejumlah siswa membanjiri akun Instagram Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan berbagai keluhan mereka setelah mengerjakan soal UN mata pelajaran matematika. Ada yang lucu, ada pula yang bernada sarkastis.
”Waduh Pak, dadu dikocok 600 kali. Itu (yang mengocok) tangan apa blender,” tulis akun Umarhoudini. ”Pak, ngocok dadu 600 kali. Bukan dadu yang keluar, tapi tulang yang keluar,” ujar Arsita Rayhana, seperti dikutip Kompas, Jumat (20/4/2018).
Beberapa pihak sempat menyalahkan Kemendikbud. Salah satu poin tuduhannya: UN sengaja dibikin sulit untuk dikerjakan.
Namun, Kemendikbud waktu itu menampiknya. Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan memang ada penurunan skor dengan adanya soal Higher Order Thinking Skills (HOTS). Bahkan SMP lebih parah [penurunan skornya]," ujarnya, sebagaimana diberitakan Antara. Hal itu, menurut Muhadjir, dilakukan sebagai strategi mengatasi ketertinggalan pencapaian kompetensi siswa Indonesia di tingkat internasional.
Argumen Muhadjir dapat dibaca dalam kaitannya dengan hasil skor Programme for International Student Assessment (PISA) yang dikeluarkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Skor PISA mencakup untuk kemampuan matematika, sains, dan membaca (tingkat literasi). Skor PISA berguna sebagai alat ukur komparasi antar-negara.
Skor PISA 2015 Indonesia dalam bidang matematika (usia 15 tahun) adalah 386 (skor PISA menggunakan rentang 0-1000 dengan 0 sebagai nilai terendah). Skor Indonesia ini jauh di bawah rerata internasional, yakni sebesar 490. Indonesia tidak hanya kalah oleh Malaysia (446) dan Thailand (415), tapi juga dengan Vietnam yang sanggup mencapai skor sedikit di atas rerata internasional, yakni 495.
Rerata Nilai UN Matematika Rendah
Bila ditelusuri, rerata nilai UN untuk mata pelajaran matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dari tahun ke tahun memang rendah. Tren-nya bahkan menurun jauh sebelum ada penerapan 10 persen soal dengan penalaran tingkat tinggi.
Data Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud menunjukkan pada UN 2014, nilai rerata UN matematika SMA Jurusan IPA adalah 59,17 (nilai tertinggi adalah 100). Untuk SMA Jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) reratanya 55,76 dan pada jurusan SMA Jurusan Bahasa 46,04.
Sementara itu, pada UN 2017, angka reratanya 36,46 SMA untuk jurusan IPA; 35,00 untuk SMA Jurusan IPS; dan 32,72 untuk SMA Jurusan Bahasa.
Rendahnya rerata nilai UN matematika tersebut dapat terjadi dari berbagai faktor. Namun, tren turunnya nilai rerata tersebut selama empat tahun terakhir patut menjadi pertanyaan. Benarkah hal itu disebabkan soal yang susah?
Ada Materi Tertentu yang Selalu Sulit Dikerjakan
Masih dari Data Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud, informasi lain yang dapat dilihat adalah perihal persentase siswa yang menjawab benar berdasarkan materi matematika tertentu. Pada setiap jurusan di SMA, per tahunnya, ternyata selalu punya soal dalam materi tertentu yang sulit dikerjakan siswa.
Materi kalkulus adalah materi matematika tersusah bagi siswa SMA Jurusan IPA. Hal itu terlihat dari UN 2015-2017. Persentase siswa yang menjawab benar materi kalkulus selalu rendah.
Pada UN 2017, soal nomor 38, yang meminta siswa menentukan syarat suatu limit fungsi aljabar, hanya mampu dijawab benar oleh 18,56 persen siswa peserta ujian. Atau pada soal nomor 18 dengan indikator “menentukan persamaan garis singgung kurva dari fungsi jika sejajar/tegak lurus garis” yang hanya mampu dijawab benar oleh 28,88 persen peserta ujian.
Untuk para siswa SMA Jurusan IPS, data memperlihatkan materi geometri dan trigonometri yang susah dikerjakan oleh siswa. Jumlah persentase siswa yang menjawab benar untuk soal-soal tersebut konsisten selalu rendah dari tahun ke tahun.
Salah satu contohnya adalah soal UN 2017 SMA Jurusan IPS nomor 39 yang meminta siswa “menentukan bentuk yang identik dengan bentuk yang memuat perbandingan trigonometri dalam segitiga siku-siku.” Soal itu hanya mampu dijawab dengan benar oleh 3,45 persen peserta ujian siswa SMA Jurusan IPS.
Pada siswa SMA jurusan Bahasa, materi geometri dan trigonometri juga menjadi materi yang susah. Hal tersebut terlihat pada UN 2015 dan 2016. Pada UN 2017, siswa SMA Jurusan Bahasa banyak yang tidak bisa mengerjakan materi statistika.
Perlu Evaluasi
Gambaran data di atas hanya petunjuk kecil adanya kemungkinan pola tertentu dalam tingkat keberhasilan tertentu peserta ujian SMA saat menjawab soal UN matematika. Adanya keluhan dari peserta bahwa soal ujian UN matematika susah untuk dikerjakan pantas menjadi kajian lebih lanjut.
Jika sudah diketahui soal mana yang paling sedikit dijawab dengan benar, tentu hal itu harus menjadi perhatian. Guru dapat mengoptimalkan materi ajarnya dalam materi tersebut. Demikian pula dengan soal-soal penalaran tingkat tinggi. Menguji dengan soal itu tentu bukan masalah, apabila siswa memang sudah belajar pada tahap penalaran tingkat tersebut dan terlatih mengerjakan contoh-contoh soalnya.
Editor: Maulida Sri Handayani