tirto.id - Polri merupakan badan pemerintah yang bertugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum negara Indonesia.
Sebagai lembaga negara yang sah, identitas, tugas, fungsi, dan hal-hal yang berkaitan dengan Polri telah dipaparkan melalui berbagai regulasi hukum.
Berkaitan dengan fungsi kepolisian, berdasarkan Pasal 2 Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan sejarah, lembaga yang sebelumnya bernama ABRI ini baru disebut dengan Polri pada tahun 1969. Pengesahan tersebut dilaksanakan melalui Keppres No. 52/1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI.
Namun, singkatan yang digunakan bukan KKN, melainkan Kapolri. Pergantian tersebut diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Tugas dan Wewenang
Tugas dan wewenang Polri diatur dalam dokumen sah Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tepatnya pada Bab III Tugas dan Wewenang
Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; sertal. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kapolri
Proses pengangkatan Kapolri termasuk dalam ranah hak prerogratif Presiden, tetapi berdasarkan Putusan MK tetap membutuhkan persetujuan DPR sebagai bentuk check and balances sesuai konstitusi.
Selain itu, Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) turut berperan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011, Bab III, Fungsi, Tugas, dan Wewenang:
Tugas
Pasal 4
Kompolnas bertugas:
a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Penjelasan terkait pengangkatan dan pemberhentian Kapolri juga dibahas dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002, Bab II Susunan dan Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 11. Dalam Pasal tersebut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian Kapolri meliputi:
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Nur Hidayah Perwitasari