tirto.id - Integrasi nasional merupakan salah satu jalan mencapai kehidupan damai berdampingan dengan berbagai suku, ras, dan kelompok yang berbeda.
Bahkan melampaui itu, integrasi nasional dapat memperkaya pengetahuan individu tentang keberagaman yang ada.
Sebab, dengan hidup damai berdampingan akan memungkinkan terjadinya interaksi tukar ilmu pengetahuan antar individu.
Integrasi suatu bangsa, seperti dikatakan Astawa (2017), terjadi karena adanya perpaduan dari berbagai unsur, seperti suku bangsa, tradisi, kepercayaan atau agama, sosial budaya, dan budaya ekonomi.
Sehingga, integrasi nasional dapat mewujudkan satu kesatuan wilayah, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang membentuk jati diri suatu bangsa.
Tentu dalam mewujudkan hal tersebut, menuntut adanya toleransi antarkelompok. Serta menepikan ego pribadi yang acap kali menghambat proses integrasi nasional.
Integrasi nasional sulit atau bahkan tidak dapat berkembang pada kondisi yang tidak mendukung hal tersebut. Semua pihak dalam suatu negara bangsa memiliki andil dalam membangun kondisi yang mendukung integrasi nasional.
Dalam konteks Indonesia sebagai suatu negara bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat memiliki peran itu. Karena tidak bisa dipungkiri, konflik yang terjadi bukan hanya konflik horizontal antarkelompok, namun juga konflik vertikal pemerintah dengan warga negara.
Sejalan dengan yang dikutipkan Astawa, suatu integrasi nasional yang tangguh hanya bisa berkembang apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat diatas wilayah negara tersebut.
Namun, apabila kondisi yang ada tidak ramah terhadap tumbuh kembang integrasi nasional, tentu akan memunculkan masalah.
Contoh Masalah Integrasi Nasional
Adapun contoh masalah integrasi nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni sebagai berikut:
1. Konflik Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari munculnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya, sama halnya dengan konflik.
Banyak kemudian pemimpin negara mempriotitaskan kepentingan pribadinya dalam menjalankan tugas. Akibatnya, kepentingan banyak orang terabaikan hingga memunculkan konflik. Tarik-menarik kepentingan ini menghambat integrasi nasional.
2. Pembalasan dendam
Seseorang yang kecewa atas apa yang dialaminya dapat mendorong orang tersebut untuk melakukan berbagai tindakan. Utamanya tindakan tersebut dilakukan untuk membalas dendam. Absennya kebijaksanaan dalam pembalasan dendam ini membuat tindakannya tidak terkontrol.
Sebagai contoh, dendam salah satu pelajar sekolah dengan sekolah lain dapat meluas menjadi peristiwa tawuran. Lainnya, dendam satu individu dengan individu lain dapat meluas jadi perang suku atau kelompok. Pembalasan dendam ini kerap kali berlanjut dan tak berujung lantaran terus mencari kepuasan dalam balas dendam.
3. Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada perlakuan yang tidak adil terhadap individu tertentu atas suatu alasan yang tidak masuk akal. Hal tersebut disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain.
Biasanya diskriminasi dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap minoritas, atau orang yang mempunyai kuasa terhadap orang yang rentan.
Diskriminasi dapat ditemui karena berbagai perbedaan. Misalnya perlakuan yang berbeda terhadap orang lain karena status ekonominya, latar belakang keluarganya, agamanya, atau kondisi fisiknya yang tak umum dalam suatu kelompok.
4. Kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial acap kali menimbulkan rasa cemburu atas nasib yang diterima orang lain. Hal tersebut dapat membawa seseorang atau kelompok ke arah tindakan yang menyimpang.
Orang yang megalami kecemburuan sosial dapat bertindak kriminal seperti merampok dan mencuri dari orang yang memiliki kelebihan ekonomi. Peristiwa perampokan dan pencurian itu akan berdampak bagi korban maupun pelaku.
Bagi orang yang mempunyai pengalaman dengan perampokan dan pencurian akan cenderung menaruh curiga pada orang lain. Terlebih jika orang yang ditemui memiliki kesamaan karakteristik. Hal tersebut dapat menghambat proses integrasi nasional.
5. Korupsi yang menghilangkan kepercayaan publik
Korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang ditegaskan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, “korupsi merupakan extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa.”
Kendati demikian, tindak pidana korupsi seperti menjadi budaya yang dianggap lazim, bahkan sudah mendarah-daging. Berbagai kalangan bergotong-royong melibatkan diri dalam tindak pidana korupsi, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha, wiraswasta, guru, jaksa, bahkan hakim.
Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akan menumbuhkan rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap pemangku kebijakan. Sehingga hal ini menyebabkan sulitnya mengintegrasikan elemen penyelenggara negara dan masyarakat yang sudah terlanjur tidak percaya.
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Dipna Videlia Putsanra