tirto.id - Ada dua jenis sistem dalam pemilihan umum (pemilu) proporsional yang dikenal di Indonesia. Keduanya adalah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu proporsional tertutup.
Menurut lembar fakta yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Pusakpol) sistem pemilu sendiri adalah sistem yang digunakan sebuah negara untuk menentukan tata cara penyelenggaraan dan penentuan hasil pemilu.
Sistem pemilu juga disebut sebagai alat untuk menyeleksi para pengambil keputusan melalui cara yang disepakati dan sah.
Sistem pemilu diterapkan ketika masyarakat menjadi terlalu besar bagi setiap warga negara untuk ikut terlibat dalam setiap pengambilan keputusan.
Nantinya, suara yang dihasilkan lewat pemilu diterjemahkan menjadi kursi-kursi yang dimenangkan dalam parlemen oleh partai-partai serta para kandidat.
Sementara itu, sistem pemilu proporsional sendiri adalah sistem dimana persentase kursi kandidat yang dibagikan kepada setiap partai politik (parpol) disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh oleh setiap parpol.
Menurut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) para pemberi suara dalam sistem pemilu proporsional akan memilih parpol, bukan calon perseorangan seperti dalam sistem ditrik.
Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Terbuka?
Setelah Era Reformasi berakhir, sistem pemilu proporsional terbuka diterapkan di Indonesia mulai Pemilu 2004 untuk memilih anggota legislatif pusat dan daerah.
Masih menurut Bawaslu, sistem pemilu proporsional terbuka sendiri adalah sistem dimana pemilih mencoblos atau mencentang parpol dan calon bersangkutan, sehingga dapat memilih langsung calon legislatif yang dikehendaki untuk duduk menjadi anggota dewan.
Selain itu sistem pemilu proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk ikut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang dipilih.
Ini berbeda dengan sistem pemilu proporsional tertutup, di mana pemilih hanya bisa mencoblos atau mencentang parpol. Melalui sistem ini individu yang akan duduk di kursi parlemen akan ditentukan oleh parpol yang terpilih.
Kekurangan dan Kelebihan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Setiap sistem pemilu tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan sistem pemilu proporsional terbuka.
Abd. Halim dalam Jurnal Humanity (2014) mengungkapkan bahwa kelebihan sistem proporsional terbuka adalah memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh calon legislatif. Setiap kandidat berhak menduduki parlemen terlepas dari apapun nomor urut dan kemampuan finansialnya.
Di sisi lain, menurut Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak sistem ini justru dapat menghambat penguatan sistem demokrasi. Hal ini karena sistem ini cenderung menguntungkan calon kandidat yang lebih dikenal di masyarakat alih-alih representasi dari calon yang diusung partai politik.
"Oleh karena itu, yang diuntungkan hanyalah orang yang mempunyai tingkat popularitas di masyarakat,” katanya dalam rilis Bawaslu.
Kelebihan dan kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka juga dibedakan dengan jenis lainnya, yaitu sistem pemilu proporsional tertutup.
Melansir Antara, berikut kelebihan dan kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka jika da perbedaannya dengan sistem pemilu proporsional tertutup:
1. Kelebihan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka | Sistem Pemilu Proporsional Tertutup |
Intensitas interaksi pemilih dan kader politik lebih banyak. | Memperkuat partai politik melalui kaderisasi. |
Pemilih dapat memilih langsung kader pilihannya. | Memberikan kesempatan lebih luas pada kader yang potensial |
Membuka ruang bagi partai baru untuk berkonsentrasi. | Menekan potensi politik uang. |
2. Kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka | Sistem Pemilu Proporsional Tertutup |
Melemahkan partai politik lantaran mengedepankan figur. | Mengurangi interaksi kader partai dengan pemilih. |
Kader kurang fokus sosialisasi soal visi partai. | Kurang sesuai untuk partai kecil. |
Partai berpotensi mencalonkan kader yang hanya sebatas mesin pengumpul suara | Tidak menguntungkan bagi partai baru yang belum banyak dikenal. |
Meningkatkan persaingan antar kader di internal partai. | Rentan terjadi hegemoni partai politik. |
Editor: Addi M Idhom