tirto.id - Wilayah Demak terendam banjir selama beberapa hari terakhir. Tak hanya Demak, wilayah-wilayah sekitar Pantai Utara Jawa, seperti Semarang, Pati, dan Kudus mengalami banjir dengan ketinggian bervariasi.
Bencana banjir di beberapa wilayah utara Jawa ini menyita perhatian publik. Beberapa teori bermunculan di media sosial, termasuk salah satunya teori soal keberadaan Selat Muria.
Sejumlah pengguna media sosial menyebut bahwa Demak dan wilayah-wilayah sekitarnya adalah wilayah Selat Muria yang terendam air laut. Lantas, apa itu Selat Muria dan mengapa dikaitkan dengan banjir Demak?
Beberapa wilayah Demak, Semarang, Pati, dan Kudus bagian utara rawan banjir, khususnya ketika memasuki musim penghujan. Tahun ini, wilayah-wilayah yang dilalui oleh Jalur Pantura ini kembali mengalami banjir besar sejak Rabu (13/3/2024).
Di wilayah Demak banjir semakin diperparah dengan jebolnya Tanggul Sungai Wulan. Dikutip dari Antara, akibat peristiwa tersebut beberapa titik wilayah Demak terendam banjir mencapai ketinggian 3 meter.
Banjir yang melanda Demak, Semarang, Pati, dan Kudus menyebabkan lumpuhnya berbagai sektor publik, termasuk transportasi, pendidikan, dan ekonomi. Ribuan warga terdampak juga terpaksa mengungsi hingga banjir surut.
Penyebab banjir di wilayah-wilayah tersebut adalah karena tingginya curah hujan selama beberapa hari terakhir. Fenomena ini sering terjadi karena wilayah terdampak yang merupakan area pesisir rentan mengalami banjir rob.
Mengenal Letak Selat Muria dan Sejarahnya
Menurut Ali Romdhoni dalam Kesultanan Demak Bintara (2021), Selat Muria adalah wilayah perairan yang memisahkan pulau vulkanik Gunung Muria dengan Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa.
Selat ini bentuknya memanjang dari timur ke barat. Letak Selat Muria berada di sepanjang wilayah yang kini dikenal sebagai Demak, Kudus, Pati, dan Rembang. Wilayah ini diduga masih berupa perairan yang dilewati kapal hingga abad ke-16.
Teori mengenai Selat Muria nyatanya sudah dibahas oleh sejarawan sejak lama. Keberadaan Selat Muria tercatat lewat beberapa literatur kuno, data geografis, hingga temuan fosil-fosil di wilayah yang diduga Selat Muria.
Keberadaan Selat Muria sekaligus menjelaskan bahwa dulunya Jepara adalah sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Jawa. Keberadaan Selat Muria pada zaman dahulu berguna untuk perdagangan dan transportasi laut.
Menurut Suparman Al Fakir dalam buku Lajer Glagahwangi (2023), Selat Muria juga dikenal dengan nama Selat Gangga. Kerajaan Islam di Jawa memanfaatkan selat ini sebagai jalur pelayaran.
Selat Muria menjadi jalur pintas untuk mengangkut barang dagang dari Semarang menuju Rembang maupun sebaliknya. Berkat keberadaan selat ini, para pedagang zaman dahulu tak perlu memutar hingga pelabuhan Jepara di Pulau Muria untuk ke Semarang atau Rembang.
Hal ini membuat banyak berdiri pelabuhan-pelabuhan sepanjang Selat Muria untuk keperluan perdagangan.
Para peneliti percaya bahwa Selat Muria adalah wilayah pasang surut. Wilayah Selat Muria dapat mengalami perubahan ketinggian dan lebar dengan daratan seiring dengan pergantian musim.
Kondisi pasang surut Selat Muria terus terjadi selama berabad-abad. Namun, sejak memasuki abad ke-16, wilayah Selat Muria tak lagi digunakan untuk transportasi air lantaran sudah semakin surut.
Menurut Romdhoni berdasarkan Serat Centhini Selat Muria yang surut menjadi perairan payau dan rawa-rawa. Meskipun kapal niaga sudah tak bisa melintas sejak abad ke-16, wilayah Demak dipercaya masih berupa perairan dangkal dan rawa-rawa hingga tahun 1800-an (abad ke-19).
Beberapa tahun kemudian, sisa-sisa wilayah Selat Muria membentuk daratan aluvial dangkal. Wilayah yang lembab bekas perairan Selat Muria dimanfaatkan masyarakat setempat menjadi persawahan dan kawasan hunian baru.
Menurut Andi Sungkowo dalam studinya yang dibahas di seminar internasional PRASASTI Kelima (2019), bekas Selat Muria yang masih bisa dilihat saat ini adalah Sungai Juwana yang membentang dari Kudus dan Pati.
Alasan Selat Muria Dikaitkan dengan Banjir Demak
Sejumlah warganet mengaitkan kejadian banjir di Demak dengan keberadaan Selat Muria. Dugaan ini muncul karena wilayah terdampak banjir berada di area bekas Selat Muria sehingga rentan tergenang air.
Selat Muria saat ini sudah surut dan tak lagi digunakan sebagai jalur kapal seperti yang tercatat dalam literatur kuno. Namun, beberapa orang percaya bahwa Selat Muria bisa kembali kapan saja dan merendam wilayah-wilayah Demak, Pati, dan Kudus.
Dugaan inilah yang menyebabkan ramainya unggahan di media sosial yang mengaitkan banjir Demak dengan Selat Muria. Perlu diketahui bahwa penyebab banjir Demak dan sekitarnya saat ini bukan sebatas faktor histori saja, tetapi juga kondisi lingkungan saat ini.
Mengutip dari Antara, penyebab banjir di sekitar Pantura setiap tahun terjadi karena kurangnya daerah resapan air, tanggul jebol, aliran sungai tersumbat sampah, hingga curah hujan tinggi di musim penghujan.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya