Menuju konten utama

Apa Itu Rempang Eco City yang Jadi Pemicu Bentrok Warga & Aparat

Mengenal apa itu proyek Rempang Eco City yang ditolak warga, hingga bentrok dengan aparat.

Apa Itu Rempang Eco City yang Jadi Pemicu Bentrok Warga & Aparat
Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan. (ANTARA/Yude)

tirto.id - Rencana pembangunan proyek Rempang Eco City di Batam telah memicu bentrok antara warga dengan aparat pada Kamis, 7 September 2023. Konflik tersebut telah menyebabkan puluhan warga luka-luka.

Awalnya, petugas gabungan TNI, Polri, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP memaksa masuk kawasan Rempang untuk melakukan pengukuran. Padahal, seperti dilaporkan Antara News, warga masih menolak direlokasi.

Warga Rempang yang telah mengetahui rencana tersebut, menghadang di Jembatan IV Barelang. Penghadangan ini memicu bentrokan berdarah hingga menyebabkan puluhan warga mengalami luka-luka.

Menurut Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Zenzi Suhadi, bentrokan itu pecah setelah adanya aksi penolakan relokasi dan penggusuran terhadap ribuan masyarakat adat Kampung Melayu Tua, yang telah mendiami kawasan Pulau Rempang sejak puluhan tahun.

Penolakan ini mengarah pada rencana BP Batam yang mencanangkan proyek pembangunan Rempang Eco City.

Kendati demikian, pihak kepolisian menyatakan situasi di Pulau Rempang sudah mulai terkendali dan akan ada tindak lanjut guna mengantisipasi bentrokan serupa.

bentrok di Pulau Rempang

Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan. ANTARA/Yude.

Apa Itu Proyek Rempang Eco City?

Mengutip bpbatam.go.id, Rempang Eco City merupakan proyek kawasan ekonomi baru di kawasan Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Rencana pembangunan proyek ini pertama kali muncul pada 2004 silam.

Di awal perencanaannya, pemerintah saat itu melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemko Batam, berkolaborasi dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) dalam sebuah perjanjian untuk mega proyek ambisius ini.

Saat ini, proyek Rempang Eco City masuk dalam Proyek Strategis Nasional Tahun 2023 yang termaktub dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Permenko RI No. 7 Tahun 2021 terkait Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Terkait rencana pengembangan kawasan ini, Menko Ekonomi, Airlangga Hartarto, juga sempat menyetujui kebijakan itu per 28 Agustus 2023.

“Sesuai arahan Pak Menko, pengembangan Pulau Rempang masuk dalam daftar Program Strategis Nasional. Besar harapan, program ini bisa memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kepri, khususnya Kota Batam,” jelas Kabir Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait.

BP Batam melalui keterangan resminya menuliskan, kawasan Rempang yang akan dikembangkan menjadi Rempang Eco City ini berada di lahan seluas 7.572 hektar.

Di lahan tersebut, BP Batam akan mengembangkan kawasan Pulau Rempang ke arah industri, perdagangan, dan sektor pariwisata yang terintegrasi.

BP Batam menyebut, proyek ambisius ini bertujuan agar Rempang mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, serta memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.

Untuk mewujudkan proyek tersebut, BP Batam memperkirakan investasinya bisa mencapai Rp381 triliun, dengan harapan mampu menyerap sekitar 306 ribu tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang.

Proyek Rempang Eco City akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia yang dimiliki oleh perusahaan asal China, Xinyi Group dengan nilai investasi bisa mencapai Rp174 triliun.

Agar proyek ini terlaksana, BP Batam telah menyiapkan dana kompensasi bagi warga yang terpaksa direlokasi. Kepala BP Batam, Muhammad Rudi mengatakan, pemerintah akan menyediakan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah sekitar 500 meter persegi.

Tak hanya itu, Rudi mengatakan, masyarakat yang terdampak akan menerima biaya hidup sebesar Rp1,03 juta per orang setiap bulan.

Kemudian pemerintah juga akan memberikan keringanan lainnya berupa pembebasan biaya Uang Wajib Tahunan (UWT) selama 30 tahun, BPHTB, SHGB, dan gratis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama 5 tahun.

Kendati demikian, sejauh ini rencana pengembangan kawasan Pulau Rempang menuai penolakan keras dari sejumlah warga Rempang yang telah menempati wilayah tersebut sejak puluhan tahun.

Baca juga artikel terkait REMPANG ECO CITY atau tulisan lainnya dari Imanudin Abdurohman

tirto.id - Politik
Kontributor: Imanudin Abdurohman
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Alexander Haryanto