tirto.id - Sebuah gerakan radikal asal Korea Selatan merebak di Amerika Serikat setelah hasil quick count yang memenangkan kandidat atau calon presiden Partai Republik, Donald Trump pada 5 November 2024.
Gerakan tersebut bernama 4B atau “Empat Bi” yang merujuk partikel “bi” dalam bahasa Korea yang bermakna “tidak”.
Dalam gerakan 4B ditekankan empat hal yang harus dihindari, yaitu bihon (tidak menikah atau bujang), biyeonae (tidak berkencan dengan pria), bichulsan (tidak melahirkan), dan bisekseu (tidak melakukan hubungan seks dengan pria).
Secara umum, gerakan 4B mendorong para perempuan untuk sepenuhnya melepaskan diri dari hubungan dengan laki-laki.
Dikutip dari The Independent, rasa penasaran warga Amerika Serikat terhadap gerakan 4B dari Korea Selatan terjadi mengingat banyaknya asumsi yang terjadi ketika Pilpres AS tersebut.
Kemenangan Donald Trump disinyalir terjadi karena banyak orang dengan hak suara lebih memilih mencoblos capres lain bagaimanapun kualitasnya jika dibandingkan dengan capres wanita.
Selain itu, gerakan ini mengudara di perpolitikan Amerika Serikat setelah Trump yang memveto larangan aborsi federal, namun tetap mendukung hak negara bagian untuk memilih melarang atau membatasi akses aborsi setelah pembatalan aturan Roe v Wade.
Sejarah Gerakan 4B
Menurut Rolling Stones, gerakan 4B muncul sejak 2010-an dari kalangan feminis Korea Selatan di situs Womad.
Empat gerakan penolakan tersebut menunjukkan keinginan feminis untuk melawan tindakan misogini (kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan) yang mendarah daging di budaya Korea Selatan.
Anggota gerakan 4B menganggap pernikahan sebagai ancaman yang nyata bagi wanita, sesuatu yang wajar jika menilik dari ketidakadilan yang diterima oleh kaum perempuan baik di AS atau Korea Selatan, salah satunya dalam perbedaan gaji dengan pria.
Di Amerika Serikat, wanita mendapat gaji lebih rendah berbanding 82 sen dengan 1 dolar terhadap pria. Hal ini semakin buruk jika melihat Korea Selatan yang menggaji kaum wanita jauh di tenaga pria sebanyak 31 persen lebih murah.
Selain itu, ancaman bagi wanita hadir dari pasangan nikah yang kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Penelitian di Korea Selatan pada 2018 menunjukkan bahwa dalam sembilan tahun terakhir, 824 wanita menjadi korban jiwa sementara 602 lainnya mendapat luka berat yang diakibatkan KDRT.
Studi terbaru di 2021 menunjukkan bahwa satu dari tiga wanita Korea mendapat KDRT, dengan 46 persen diakibatkan dari pasangan.
Menurut Times of India, gerakan 4B menunjukkan efek nyata bagi kehidupan masyarakat Korea Selatan.
Teranyar, Negeri Ginseng saat ini menduduki peringkat terakhir dalam angka kelahiran bayi di seluruh dunia. Sebanyak 42 persen rumah tangga kini berisikan satu orang dan diprediksi masih akan meningkat pada beberapa tahun ke depan.
Selain itu, angka hubungan seks di antara masyarakat menurun sebanyak 40 persen dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terjadi karena kaum perempuan yang menolak tindakan seks untuk kedaulatan dirinya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, gerakan 4B memilih untuk memisahkan diri dari status pernikahan dan hubungan secara tradisional dan beranggapan bahwa prinsip bihon atau tidak menikah merupakan jalan satu-satunya menuju kebebasan.
Gerakan 4B di Korea Selatan semakin banyak diadopsi oleh wanita Korea mengingat angka pendidikan tinggi yang lebih tinggi dibanding pria.
Saat ini, sekitar 3/4 wanita Korea memiliki tingkat edukasi yang lebih tinggi, sementara kaum pria ada di kisaran 2/3.
Akibat persentase yang cukup tinggi, kaum pria Korea yang cenderung misoginis menciptakan kosakata baru, yaitu kimchinyeo atau "Wanita Kimchi" yang merujuk pada wanita dengan sifat egois, mau menang sendiri, dan eksploitatif pada pasangan.
Melihat dari banyaknya permasalahan wanita di Korea Selatan, banyak wanita yang kini telah menganggap gerakan 4B tak hanya simbolis semata, melainkan keputusan sosial yang diambil untuk menciptakan kontrol atas diri sendiri, tubuh, dan lingkungan terhadap situasi yang semakin rawan.
Meningginya rasa penasaran dari gerakan 4B di Amerika Serikat bisa jadi timbul karena kekecewaan pemilih wanita pada pemilih pria yang tetap mendukung Trump meski kebijakannya yang berlawanan dengan kebebasan kaum perempuan.
Penulis: Wisnu Amri Hidayat
Editor: Dipna Videlia Putsanra