tirto.id - Demam keong merupakan penyakit endemik yang mewabah di Sulawesi Tengah (Sulteng). Sesuai dengan namanya, demam keong adalah penyakit yang cara penularannya melalui keong atau siput air.
Hingga akhir tahun 2022, terjadi peningkatan kasus demam keong di sejumlah wilayah Sulteng, termasuk Kabupaten Poso dan Sigi.
Melansir Antara, kasus demam keong yang terjadi di wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan sekitar 0,22 persen menjadi 1,4 persen pada 2022.
Namun, menurut epidemiolog kesehatan Ahli Madya Direktorat P2PM Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lusi Leviana jumlah pasti lonjakan kasus masih dalam proses survei lembaga kesehatan setempat.
"Tidak menyangka kasusnya melonjak dan kami juga harus menunggu hasil survei Dinas Kesehatan Sulteng yang cukup memakan waktu, karena harus memeriksa tinja seluruh masyarakat untuk hasil yang valid," kata Lusi seperti yang dikutip dari Antara, Rabu (22/2/2023).
Apa Itu Demam Keong?
Demam keong adalah nama lain dari penyakit schistosomiasis. Melansir Kemenkes, demam keong merupakan penyakit menular menahun pada manusia maupun hewan yang terinfeksi cacing Schistosoma juponicum.
Cacing ini menempel pada keong dan dapat ditularkan kepada manusia maupun hewan. Selain di Indonesia, kasus schistosomiasis juga ditemukan di Jepang dan China.
Namun, saat ini kedua negara sudah terbebas dari penyakit tersebut. Di Indonesia, penyakit demam keong saat ini dijumpai di wilayah Sulteng, khususnya di area-area hutan, rawa, dan dataran tinggi.
Wilayah-wilayah tersebut dianggap sebagai lokasi perkembangbiakan keong yang menjadi perantara cacing Schistosoma juponicum.
Penderita demam keong akan mengalami serangkaian gejala mirip demam dan infeksi hati. Beberapa gejala yang dapat muncul akibat infeksi demam keong antara lain:
- demam;
- mual;
- perut membesar dan kembung;
- lemas atau lesu;
- berat badan turun drastis;
- ruam dan gatal-gatal pada kulit.
Pada kasus yang parah, infeksi cacing pada demam keong dapat menyebabkan kerusakan hati dan memicu kematian.
Cara Penularan Demam Keong
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, demam keong ditularkan melalui cangkang keong yang dihuni cacing Schistosoma juponicum.
Cacing Schistosoma juponicum sendiri merupakan cacing trematoda pipih yang menempel pada cangkang keong yang sudah kosong. Ukurannya sangat kecil, sehingga hanya bisa dilihat di mikroskop.
Mengingat ukurannya yang sangat kecil, cacing ini mampu menembus pori-pori kulit manusia dan hewan.
Ini bisa terjadi apabila manusia terpapar cangkang keong saat masuk ke daerah lembab dan berair, seperti rawa-rawa, pepohonan, genangan air tawar yang tidak mengalir, atau persawahan. Wilayah-wilayah ini sering menjadi tempat perkembangbiakan keong.
Masih menurut Kemenkes, cacing yang berhasil masuk ke tubuh manusia akan hidup di pembuluh darah kapiler dan vena kecil dekat selaput usus. Ia kemudian bertelur di organ hati dan berkembang biak di sana.
Jika infeksi terus terjadi, maka akan terjadi kerusakan organ hati. Ini ditandai dengan serangkaian gejala infeksi dan pembesaran perut. Apabila tidak segera diobati, infeksi cacing dapat memicu kematian.
Bisakah Demam Keong Disembuhkan?
Kabar baiknya, demam keong bisa disembuhkan dengan penanganan dan pengobatan yang tepat. Salah satu obat yang diresepkan untuk penderita demam keong adalah praziquantel.
Akhir tahun lalu, Indonesia sempat memesan obat praziquantel menyusul lonjakan kasus demam keong di Sulteng.
Lalu, pada Februari 2023 Indonesia menerima sebanyak 4.000 tablet obat demam keong yang merupakan donasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sayangnya, obat ini sangat langka dan memerlukan waktu yang sangat lama untuk bisa dipesan. Selain itu, obat praziquantel juga belum memiliki izin edar di Indonesia.
"Permintaannya sudah sejak akhir tahun 2022 dan pengadaan obat ini cukup susah, karena belum ada izin edarnya di Indonesia," kata Lusi.
Salah satu penyitas demam keong, Jhon (60) mengaku bisa sembuh dari infeksi demam keong berkat pengobatan yang ia jalani.
Ia merupakan warga Desa Langko, sebuah desa yang ada di Dataran Lindu Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Menurutnya, ia berhasil sembuh setelah rutin mengonsumsi obat demam keong selama 1,5 tahun.
"Dan puji Tuhan bisa sembuh total dari penyakit dimaksud," kata dia seperti yang dikutip dari Antara.
Ia termasuk beruntung karena tidak sedikit masyarakat lokal yang meninggal karena demam keong. Meskipun dinyatakan sudah sembuh total, John mengaku masih mengonsumsi obat tersebut, namun hanya sekali setahun.
Begitu pula dengan masyarakat di Dataran Lindu lainnya, baik orang dewasa maupun anak-anak diberikan obat antivirus setiap tahun. Obat diberikan dalam bentuk kapsul dan dibagikan secara gratis kepada warga oleh Dinkes setempat.
Editor: Yantina Debora