Menuju konten utama

Apa itu Compulsive Shopping Disorder atau Kecanduan Berbelanja?

Compulsive Shopping Disorder atau juga sering dikenal sebagai Compulsive Spending Disorder merupakan jenis gangguan kontrol impuls, kecanduan perilaku atau bahkan termasuk gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Apa itu Compulsive Shopping Disorder atau Kecanduan Berbelanja?
Ilustrasi belanja online. foto/itockphoto

tirto.id - Wabah virus Corona jenis baru, COVID-19 membuat setiap orang harus berada di rumah untuk mencegah penularannya.

Selama di rumah saja, pola berbelanja berubah menjadi daring sebagai cara menekan infeksi virus.

Di sisi lain, belanja via daring ini memberikan kenyamanan, menghemat waktu, uang, dan tenaga.

Akibatnya, beberapa orang merasa ketagihan berbelanja online. Bahkan, beberapa orang mungkin tidak mampu mengendalikannya. Kondisi inilah yang disebut dengan Compulsive Shopping Disorder.

Meskipun tidak secara resmi dijelaskan dalam gangguan mental, Compulsive Shopping Disorder atau juga sering dikenal sebagai Compulsive Spending Disorder merupakan jenis gangguan kontrol impuls, kecanduan perilaku atau bahkan termasuk gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Mengutip Very Well Health, berikut adalah beberapa karakteristik gangguan belanja kompulsif:

- Asyik dengan belanja untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan

- Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan penelitian tentang barang-barang yang didambakan dan/atau berbelanja untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan

- Kesulitas menolak pembelian barang yang tidak dibutuhkan

- Kesulitan keuangan karena belanja yang tidak terkendali

- Masalah di tempat kerja, sekolah atau rumah, karena belanja yang tidak terkendali

Sementara itu, penelitian menunjukkan bahwa perilaku belanja kompulsif ini sering kali disertai dengan depresi, kecemasan, dan emosi negatif lainnya.

Seseorang dengan belanja kompulsif sering melaporkan perasaan tegang yang sulit dihilangkan kecuali untuk sementara, yaitu dengan berbelanja.

Anda mungkin berpikir bahwa perempuan akan lebih cenderung menderita gangguan belanja ini.

Akan tetapi, berdasarkan perhitungan secara statistik antara perempuan dan laki-laki akan memiliki rasio yang sama. Sebuah penelitian di Stanford University menunjukkan setidaknya 6 persen wanita, dan 5,5 persen laki-laki adalah pembeli kompulsif.

Lantas, apa yang menyebabkan seseorang menjadi kecanduan berbelanja hingga tak terkendali? Mengutip CESI Solutions, para ahli menyetujui bahwa pembeli yang kompulsif membeli dengan gagasan bahwa pembelian yang dilakukan akan mengurangi rasa sakit emosional.

Rasa sakit emosional tersebut berkisar dari masalah harga diri hingga trauma kanak-kanak, bahkan kecenderungan genetik.

Penelitian lain dari Norwegia University of Bergen telah menciptakan alat tes untuk mengukur kriteria spesifik apakah seseorang kecanduan belanja, dan separah apa kecanduan tersebut. Alat tersebut dinamakan Skala Kecanduan Belanja Bergen.

Mengutip Psychology Today, perawatan yang harus diambil oleh orang dengan gangguan belanja ini adalah bagaimana untuk mengatasi emosi yang mendasari kebiasaan berbelanjanya. Terapi kognitif-perilaku dapat sangat membantu, karena bertujuan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki pikiran yang bermasalah.

Baca juga artikel terkait BELANJA ONLINE atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari