tirto.id - Sejumlah benda yang ditemukan di perairan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah ternyata diduga sebuah roket milik Republik Rakyat China (RRC) yang meledak di langit. Awalnya, benda itu dikira serpihan pesawat terbang.
Penemuan itu disimpulkan berdasarkan hasil penyelidikan dari jajaran Polda Kalimantan Tengah beserta tim gabungan lainnya.
Kabid Humas Polda Kalteng Hendra Rochmawan di Palangka Raya, Rabu, mengatakan, di bagian badan serpihan benda tersebut terdapat logo dengan tulisan CNSA (China National Space Administration).
CNSA adalah badan antariksa nasional Republik Rakyat China (RRC) yang bertanggung jawab untuk program ruang angkasa.
"Dari hasil penelusuran pemberitaan media 'online' (daring) nasional pada tanggal 10 April 2020, yang menyebutkan ada sebuah Roket China gagal mengorbitkan Satelit Palapa -N1 dan meledak di langit, sehingga dipastikan serpihan tersebut bukan pesawat terbang yang jatuh," ucap Hendra seperti dilansir Antara, Rabu, 6 Januari 2021.
Akan tetapi, dalam waktu dekat ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam waktu dekat ini akan datang ke Kota Pangkalan Bun, Kobar dan direncanakan melakukan pemeriksaan sampel serpihan benda tersebut untuk memastikan serpihan benda menyerupai badan pesawat itu.
Sejarah dan Kiprah CNSA
Seperti dilansir dari laman Britannica, China National Space Administation (CNSA) adalah organisasi pemerintah Cina yang didirikan pada tahun 1993 untuk mengelola aktivitas luar angkasa nasional.
Kantor yang berpusat di Beijing ini mengoperasikan tiga fasilitas peluncuran, di Jiuquan provinsi Gancu, di Taiyuan provinsi Shanxi dan Xichang provinsi Sichuan.
Program luar angkasa China sebagian besar berkembang secara rahasia di bawah kendali militer dan Komisi Sains, Teknologi dan Industri untuk Pertahanan Nasional.
Pada tahun 1949, insinyur Tiongkok, Qian Xuesen kembali ke negara asalnya setelah membantu mendirikan Laboratorium Propulsi Jet di Pasadena, California, Amerika Serikat. Ia menjadi salah satu tokoh pemandu dalam pengembangan misil Tiongkok dan kendaraan bertenaga roket. Aslinya berasal dari rudal balistik antarbenua Soviet.
Pada tahun 1956, Qian Xuesen diangkat sebagai direktur pertama Akademi Penelitian Kelima Kementerian Pertahanan Nasional, yang didirikan untuk mengembangkan rudal balistik dan kemudian bertanggung jawab atas langkah-langkah pertama dalam program luar angkasa China.
Pada tahun 1964, program luar angkasa ditempatkan di bawah Kementerian yang kelak menjadi Kementerian Industri Luar Angkasa pada 1983. Pada 1993 Kementerian Industri Luar Angkasa dipecah menjadi Perusahaan Dirgantara Cina independen, yang mengawasi sebagian besar produsen peralatan luar angkasa Cina, dan CNSA.
Baru pada tahun 1992 China memulai program penerbangan luar angkasa manusia. Pesawat ruang angkasa yang disebut Shenzhou, dikembangkan pada desain Soyuz Rusia yang telah teruji. Tetapi, pengembangan itu sangat bergantung pada teknologi dan manufaktur yang dikembangkan China.
Setelah melakukan uji coba selama empat tahun terhadap pesawat ruang angkasa tanpa awak, CNSA meluncurkan taikonaut (astronot) pertama Tiongkok, Yang Liwei, ke orbit pada tanggal 15 Oktober 2003. Atas hal itu, China menjadi negara ketiga setelah Uni Soviet dan Amerika Serikat yang mencapai penerbangan luar angkasa.
Pada September 2011, CNSA meluncurkan stasiun luar angkasa pertamanya Tiangong 1, lalu mendirikan Tiangong 2 pada September 2016. CNSA juga memulai Seri satelit Chang'e, pada Januari 2019 Chang'e 4 menjadi pesawat ruang angkasa pertama yang mendarat di sisi jauh Bulan.
Meskipun Amerika Serikat dan Rusia juga mengoperasikan robot antariksa di bulan, Chang’e milik Cina merupakan yang paling pertama mendarat di bulan untuk posisi yang selalu menghadap ke bumi.
Chang’e berperan sebagai pendarat, penjelajah, dan satelit yang menyampaikan sinyal ke bumi. Badan Antariksa China (CNSA) meluncurkan Chang’e pada 8 Desember di China Xichang Satellite Launch Center. Chang’e masuk ke lintasan elips bulan pada akhir pekan, sekitar 15 km dari permukaan.
Editor: Agung DH