tirto.id - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditetapkan sebagai status tanggap darurat oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat. Kebijakan ini berlaku mulai 6 April sampai dengan 5 Mei 2021.
Keputusan ini diambil setelah provinsi itu dihantai badai siklon tropis, banjir bandang, tanah longsor dan gelombang pasang. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan mampu mempercepat penanganan bencana di wilayah NTT.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati melalui keterangan tertulis mengatakan, total korban jiwa di beberapa kabupaten dan kota terdampak berjumlah 138 jiwa. Ini berdasarkan data hingga Rabu malam, 7 April 2021.
Berikut adalah rincian korban meninggal:
1. Kabupaten Flores Timur 67 jiwa
2. Lembata 32
3. Alor 25
4. Kupang 5
6. Malaka 4
7. Sabu 2
8. Ngada 1
9. Ende 1
10. Kota Kupang 1.
Sedangkan korban yang hilang, total dari laporan pertemuan koordinasi berjumlah 61 jiwa. Rincian sebagai berikut Kabupaten Lembata 35, Alor 20 dan Flores Timur 6. Sementara itu, kerugian material di sektor perumahan berjumlah 1.114 unit dengan rincian rusak berat 688 unit, rusak sedang 272 dan rusak ringan 154.
Dampak dari bencana itulah yang membuat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditetapkan sebagai status tanggap darurat.
Apa Itu Status Tanggap Darurat Bencana?
Aturan tentang penanggulangan bencana setidaknya tercantum dalam, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Berdasarkan UU tersebut, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasaran dan sarana.
Kategori bencana pun dibagi menjadi dua. Ada bencana alam dan bencana non-alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain, berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Sementara bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Berdasarkan aturannya, penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. Penetapan untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat harus meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan untuk mengidentifikasi:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban;
c. kerusakan prasaran dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintah; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan akses sebagai berikut:
a. pengerahan sumber daya manusia;
b. pengerahan peralatan;
c. pengerahan logistik;
d. imigrasi, cukai dan karantina;
e. perizinan;
f. pengadaan barang/jasa;
g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;
h. penyelamatan; dan
i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus. Dana siap pakai disiapkan oleh pemerintah dalam anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pada saat tanggap darurat bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mengarahkan penggunaan sumber daya bantuan bencana yang ada pada semua sektor terkait.
Editor: Nur Hidayah Perwitasari