tirto.id - Istilah ghosting jadi viral karena cerita Kaesang, Felicia, dan Nadya Arifta. Viralnya ghosting bermula dari unggahan akun @meilia_lau pada Minggu (7/3/2021). Meilia, merupakan ibu dari Felicia, yang belakangan diketahui warganet sebagai pacara Kaesang Pangarep.
Dalam unggahannya, Meilie mengungkapkan kekecewaan pada Kaesang yang disebut meninggalkan Felicia tanpa kabar dan saat ini diberitakan sudah memiliki kekasih baru. Kasus ini kemudian viral dalam sekejap dan menjadi perbincangan di media sosial.
Warganet ramai-ramai menyebut kasus ini sebagai kasus ghosting. Apa arti ghosting?
Dilansir Healthline, ghosting adalah perilaku tiba-tiba menghilang dari kehidupan seseorang tanpa menelepon, email, atau SMS. Ghosting telah menjadi fenomena umum di dunia kencan modern, dan juga di lingkungan sosial dan profesional lainnya.
Menurut hasil dari dua studi tahun 2018, sekitar 25 persen orang pernah mengalami di-ghosting atau ditinggalkan tanpa kabar.
Munculnya komunikasi elektronik dan aplikasi kencan populer seperti Grindr, Tinder, dan Bumble tampaknya membuat ghosting lebih mudah terjadi. Kemajuan teknologi membuat orang bisa memutuskan koneksi cepat dengan seseorang yang baru saja Anda temui hanya dengan sekali tekan.
Tapi ghosting adalah fenomena yang lebih kompleks daripada yang mungkin Anda pikirkan. Mengapa orang-orang melakukan ghosting dan apa yang harus dilakukan ketika Anda mengetahuinya?
Mengapa Orang Melakukan Ghosting?
Orang-orang melakukan ghosting karena berbagai alasan yang dapat bervariasi dan kompleks. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak alasan orang melakukan ghosting:
1. Takut. Ketakutan akan hal yang tidak diketahui sudah tertanam dalam diri manusia. Anda mungkin memutuskan untuk mengakhirinya karena takut mengenal seseorang yang baru atau takut reaksinya jika putus.
2. Penghindaran konflik. Manusia secara naluriah bersosialisasi, dan mengganggu hubungan sosial apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup Anda.
Akibatnya, Anda mungkin merasa lebih nyaman tidak pernah bertemu dengan seseorang lagi daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang bisa terjadi saat putus.
3. Kurangnya konsekuensi. Jika Anda baru saja bertemu seseorang, Anda mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena Anda mungkin tidak memiliki teman atau banyak kesamaan. Ini mungkin tidak terlihat seperti masalah besar jika Anda keluar begitu saja dari kehidupan mereka.
4. Perawatan diri. Jika suatu hubungan berdampak negatif pada kualitas hidup Anda, memutuskan kontak terkadang tampak seperti satu-satunya cara untuk mencari kesejahteraan Anda sendiri tanpa putus cinta atau berpisah.
“Sangat penting untuk diingat jika Anda menjadi korban ghosting, perilaku itu terjadi lebih karena mereka, bukan Anda. Ini tentang ketidaknyamanan mereka," kata Dr. Vilhauer, psikolog, seperti dikutip The New York Times.
Salah satu cara untuk menghindari siklus ini adalah mengubah cara kita menolak orang, saran Dr. Freedman, yang mempelajari bahasa penolakan di St. Mary’s College of Maryland.
Jangan meminta maaf, katanya, tetapi jujurlah tentang batasan, apakah itu hanya kencan sesaat dengan seseorang atau menghabiskan sisa hidup Anda bersama. Bersikaplah nyata.
"Jalan tengah yang baik adalah secara eksplisit menolak seseorang dan mengatakan kepada mereka 'tidak', bukan 'Saya minta maaf,'” katanya.
Ini mungkin terdengar kasar, tapi itu lebih baik daripada dibiarkan terlantar. Mungkin itulah sebabnya begitu banyak pasangan tidak mendapatkan petunjuk dan terus mengirim SMS. Ghosting menyebabkan kemarahan, frustrasi, dan keterasingan lebih lanjut.
"Jika Anda meminta maaf, Anda menegakkan norma sosial dan jika Anda mengatakan 'maaf', sangat normal untuk mengatakan 'tidak apa-apa, saya memaafkan Anda,'" katanya.
Mengambil risiko untuk memberi tahu seseorang tentang perasaan Anda yang sebenarnya - meskipun itu bukan yang mereka ingin dengar - memiliki banyak manfaat.
Editor: Agung DH