tirto.id - Epidemiolog Dicky Budiman meminta pemerintah serius dalam upaya pendeteksian kasus Omicron di Indonesia. Dia mengatakan sifat penularan Omicorn lebih cepat dari varian COVID-19 lainnya.
Menurut Dicky, peranan 3T (testing, tracing, dan treatment) menjadi kunci utama dalam mengantisipasi puncak Omicron yang diprediksi pada Februari-Maret 2022.
"3T itu tak bisa diremehkan. Ini bukan masalah kita performanya baik-baik saja dari angka. Mesti pastikan kita temukan kasus itu dan selesaikan pandemi tanpa melahirkan masalah baru," ujar Dicky kepada reporter Tirto, Senin (17/1/2022).
Dicky menjelaskan sifat Omicron mampu menularkan seseorang tanpa menimbulkan gejala. Orang tersebut berpotensi membawa Omicron dan menularkan kepada orang lain, khususnya kelompok risiko tinggi: anak-anak, lansia, dan ibu hamil.
Bagi kelompok masyarakat dengan kesadaran dan pengetahuan yang cukup terhadap Omicron; semisal tenaga kesehatan, mereka akan segera melakukan karantina usai mengetahui terinfeksi varian baru COVID-19 tersebut. Hal ini akan mengakibatkan pengurangan SDM dan menjadi beban di fasilitas kesehatan.
Dicky juga khawatir minimnya deteksi akan menyebabkan kasus tsunami long covid. Mereka yang terinfeksi Omicron tanpa terdetaksi dan tertangani dengan baik, akan mengalami kerusakan organ vital.
"Dampak Omicron ini lebih besar. Bukan pada aspek individu. Tapi aspek public health dan dampak pada sektor kesehatannya," ujar Dicky.
Kemarin, Koordinator PPKM Jawa dan Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan puncak kasus Omicron diprediksi terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret 2022. Hal tersebut berdasarkan studi kasus di Afrika Selatan.
Pemerintah akan melakukan berbagai upaya mitigasi untuk meringankan beban sistem kesehatan.
"Berbagai langkah yang dilakukan: penegakan prokes, akselerasi vaksinasi, itu sangat penting, dan pengetatan mobilitas jadi opsi terakhir," ujar Luhut dalam konferensi pers daring, Minggu (16/1/2022).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan