Menuju konten utama

Ansyaad Mbai: 50 Orang Pengikut ISIS Sudah Kembali

Mantan Kepala BNPT Ansyaad Mbai memperingatkan bahwa 50 orang mantan jihadis ISIS telah kembali dari Suriah dan Irak.

Ansyaad Mbai: 50 Orang Pengikut ISIS Sudah Kembali
Tim Gegana Polri didatangkan saat penggerebekan rumah terduga teroris di Kampung Kelapa Dua, Mustikajaya, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (28/9). ANTARA FOTO/Ariesanto.

tirto.id - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai membeberkan bahwa sejumlah 50 orang jihadis dan FTF (Foreign Terrorist Fighter) pengikut ISIS asal Indonesia sudah kembali ke tanah air dari Suriah dan Irak.

"Dari informasi yang saya dapat, sudah lebih dari 50 FTF yang kembali ke Indonesia, tapi yang baru ditangani pengadilan baru 11 orang. Sisanya ke mana?”, paparnya di Jakarta, Selasa, (25/10/2016).

Dalam kesempatan yang sama, Mbai turut memperingatkan bahaya serangan teror tunggal/“lone wolf” terhadap keamanan Indonesia. Para pelaku teror tunggal memiliki modus dan metode perekrutan berbeda dibandingkan pola-pola yang selama ini ada.

Mbai mengungkapkan, para pelaksana teror tunggal mengalami proses radikalisasi akibat propaganda kelompok radikal via media sosial.

"Untuk menjadi radikal, mereka tidak perlu bertemu seseorang atau kelompok serta tidak perlu datang ke suatu tempat untuk berbaiat, tapi cukup melalui gadget, mereka bisa teradikalisasi," papar Ansyaad

Ansyaad menyatakan, kelompok radikal tergolong piawai menyebarkan propaganda melalui media sosial serta internet. Mereka menarik pengikut lewat penyebaran kebencian, misalnya dengan diberikan tayangan video kejadian mengerikan di Timur Tengah.

"Dari situ timbul rasa empati, dan secara perlahan mulai terjadi 'self radicalization' yang kemudian menumbuhkan motivasi menjadi 'lone wolf'," ujarnya.

Indonesia sudah mengalami tiga aksi lone wolf pada 2016. Diawali aksi penyerangan Mapolresta Solo, kemudian penyerangan pendeta di sebuah gereja di Medan, dan terakhir penyerangan petugas kepolisian di Tangerang.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pertama ini juga menjelaskan bahwa terjadinya lone wolf tidak lepas dari banyak terungkapnya aksi-aksi terorisme yang dilakukan secara berkelompok.

"Mereka berpikir aksi kelompok akan lebih mudah dideteksi aparat keamanan dibandingkan dengan aksi sendirian," katanya.

Ansyaad menyarankan agar upaya-upaya penindakan secara fisik harus lebih digalakkan untuk menanggulangi metode serangan ini.

Upaya lainnya adalah dengan mengimbau kepada keluarga dan masyarakat supaya melindungi lingkungan dari penyebaran paham radikal. Menurutnya, ciri paham radikal paling menonjol adalah ucapan mereka yang mengkafir-kafirkan orang lain serta menyerukan jihad.

Dalam hal ini, Ansyaad menilai peran ulama sangat vital. Ia mengimbau agar ulama lebih proaktif menyebarkan pemahaman agama Islam yang rahmatan lil alamin dan moderat ke tengah masyarakat.

"Langkah itu harus didukung penguatan kerja sama dari berbagai lembaga pemerintah terkait seperti BNPT, Polri, TNI, Kementerian Agama dengan organisasi masyarakat MUI, NU, Muhammadiyah," katanya.

Menurut Ansyaad, selama ini Polri selalu terbentur undang-undang dalam menindak pelaku provokasi dan penyebar paham radikal, mengkafir-kafirkan orang, serta SARA.

"Saya optimis bila UU Terorisme itu sudah disahkan, kita tidak akan mudah kecolongan aksi-aksi terorisme,”pungkas Ansyaad.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Putu Agung Nara Indra

tirto.id - Hukum
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra