tirto.id - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat, Sartono Hutomo menyebut pemerintah tak memikirkan dampak yang akan terjadi usai keputusan kenaikan harga BBM pada Sabtu, 3 September 2022.
"Kenaikan harga Pertalite dan Solar akan mempengaruhi masyarakat termasuk kelas menengah karena mereka akan mulai menahan belanjanya. Penahanan belanja masyarakat akan berimbas pada permintaan industri manufaktur yang berpotensi terpukul, serapan tenaga kerja terganggu hingga akhirnya target-target pemulihan ekonomi pemerintah tidak sesuai target," kata Sartono dalam keterangannya tertulisnya, Sabtu (3/9/2022).
Ia juga turut mengkritik waktu kenaikan BBM yang terjadi pada akhir pekan, menurutnya hal tersebut menyulitkan adaptasi masyarakat terhadap harga baru yang diterapkan.
"Mengenai waktu kenaikan, pemerintah seolah-olah tidak memikirkan kegiatan ekonomi yang sedang berjalan di akhir pekan ini. Biasanya kenaikan harga BBM dilakukan di pergantian hari untuk mempermudahkan adaptasi dari kenaikan harga. Ini di siang hari mendadak. Bayangkan rakyat kecil seperti angkot, supir truk dan lain-lain yang di tengah perjalanan harus menyesuaikan," katanya.
Senada dengan Sartono, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Santoso, menyebut keputusan pemerintah menaikkan harga BBM melanggar UUD 1945.
"Kenaikan ini memperlihatkan bahwa pemerintah melanggar UUD 1945 terutama pada Pembukaan UUD 45 dimana pada alinea ke empat menyebutkan bahwa negara bertujuan untuk melindungi tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Tujuan bernegara yang jelas digariskan melalui Pembukaan UUD 45 ini diingkari oleh pemerintah yang dipilih oleh rakyat untuk memajukan kesejahteraan umum," kata Santoso dalam rilis tertulisnya yang diterima Minggu, 4 September 2022.
Ia juga menyebut keputusan pemerintah tersebut menambah beban masyarakat yang sedang dalam kondisi sulit akibat pandemi.
"Rakyat sudah menderita dengan keadaan sulit akibat pandemi COVID-19 yang telah terjadi lebih dari 2 tahun ini. Jangan tambah beban serta penderitaan mereka. Kalau bukan pemerintah siapa lagi yang akan menyelamatkan rakyat dari kemiskinan dan keterbelakangan akibat impitan ekonomi?" kata Santoso.
Ia juga menyebut bahwa pemerintah sebetulnya memiliki banyak cara untuk membiayai subsidi BBM.
"Yaitu dengan melakukan efisiensi belanja di berbagai sektor termasuk pengurangan fasilitas untuk para pejabat negara yang jumlahnya bisa mencapai ratusan triliun dalam 1 tahun. Hapus semua program yang bersifat seremonial karena hanya pemborosan dan tidak berdampak bagi rakyat," ujarnya.
Ia bahkan menyebut dirinya rela jika gaji dan tunjangannya dipotong untuk membantu subsidi BBM.
"Jika ada ajakan agar gaji atau tunjangannya dipotong untuk membantu rakyat agar BBM tidak naik, saya akan jadi pendaftar pertama yang akan melakukan itu," tandas Santoso.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sabtu (3/9/2022) pukul 13.30 WIB.
Sejumlah BBM yang dinyatakan naik yakni Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Lalu Pertamax non subsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
"Ini berlaku satu jam saat diumumkan penyesuaian dan akan berlaku pada pukul 14.30 WIB," kata Arifin saat jumpa pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengungkapkan alasan kenaikan harga BBM karena meningkatnya harga minyak dunia sehingga subsidi yang harus ditanggung pemerintah ikut naik dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri