Menuju konten utama

Anggaran Kehadiran Rapat DPRD DKI Mencapai Rp16,18 Miliar

Anies-Sandi punya kewenangan buat mengubah anggaran yang dianggap tidak penting.

Anggaran Kehadiran Rapat DPRD DKI Mencapai Rp16,18 Miliar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjabat tangan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi saat menghadiri acara 'coffee morning' di Rumah Dinas Ketua DPRD DKI Jakarta, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Senin (6/11/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - DPRD DKI sudah mengesahkan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta 2018. KUA-PPAS ini menjadi sorotan lantaran ada sejumlah mata anggaran yang nilainya membengkak.

Salah satu yang banyak disorot adalah anggaran kunjungan kerja DPRD DKI Jakarta. Angka untuk biaya kunjungan ini mencapai Rp107,7 miliar. Angka ini naik dari Rp8,8 miliar dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), dan KUA-PPAS sebelumnya, yang sempat dikembalikan DPRD.

Di luar anggaran kunjungan kerja, ada angka lain yang mencuri perhatian. Tirto menemukan dua pos anggaran yang muncul dan tak dituliskan sebelumnya dalam RKPD dan KUA-PPAS draf pertama. Kedua anggaran itu adalah pembuatan buku profil pimpinan dan anggota dewan, serta penunjang kehadiran rapat bagi pimpinan dan anggota dewan.

Menurut Kepala Bappeda DKI Jakarta, Tuty Kusumawati, ia tak mengetahui kemunculan anggaran tersebut. Menurut Tuty, anggaran untuk Sekretariat DPRD dibahas Sekretariat dengan Komisi terkait.

“Dihadiri sama SKPD yang bersangkutan. Kalau ini, kan, Setwan [Sekretariat Dewan]. Sekretariat Dewan yang menjadi SKPD-nya, dibahas di komisi,” ucap Tuty kepada Tirto, Jumat, 24 November 2017.

Dua anggaran ini punya nilai cukup besar. Anggaran untuk pembuatan buku profil pimpinan dan anggota dewan dialokasikan Rp218 juta dan anggaran penunjang kehadiran rapat dialokasikan Rp16,18 miliar.

Kemunculan anggaran ini disoroti peneliti kebijakan dari Indonesia Budget Centre (IBC) Roy Salam. Menurut Roy, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno seharusnya segera mengubah anggaran tersebut.

Menurut Roy, Anies-Sandi punya kewenangan mengubah anggaran yang dianggap tidak penting.

“[Anies-Sandi] Bisa [mengubah], di sini dilihat komitmen gubernurnya. Apa dasarnya? KUA-PPAS itu basisnya adalah RKPD, atau dengan kata lain, anggaran harus mengacu pada RKPD yang memuat prioritas pembangunan,” kata Roy.

Pernyataan Roy bukan tanpa alasan. KUA-PPAS yang mencantumkan dua pos anggaran itu muncul dalam KUA-PPAS Hasil Input Pembahasan Banggar DPRD. Jika merujuk ke kronologis pembuatan, KUA-PPAS ini dirancang selepas DPRD mengembalikan draf pertama KUA-PPAS yang diserahkan Juni lalu.

DPRD DKI sebelumnya pernah mengembalikan draf KUA-PPAS pada Oktober 2017. Wakil Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Banggar DPRD Muhammad Taufiq menyebut tidak ada program Anies-Sandi dalam KUA-PPAS itu.

"Semua (program Anies-Sandi) belum dimuat. Nomenklaturnya mana? Kami buka saja sama-sama," kata Taufiq, Kamis (19/10). Tak hanya itu, Taufiq menuding SKPD DKI membohongi Ketua Tim Sinkronisasi Sudirman Said.

Selepas dikembalikan ini, Anies-Sandi menyusun ulang. Kemudian, SKPD DKI membahasnya bersama DPRD DKI. Kemudian pada 14 November, DPRD mensahkan KUA-PPAS bikinan Anies-Sandi tersebut. Namun, belakangan muncul polemik. Ini dikarenakan KUA-PPAS dinilai banyak mengandung pembengkakan anggaran.

Baca juga artikel terkait RAPBD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih