tirto.id - Kekuatan militer Cina saat ini menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia di bawah Amerika Serikat dan Rusia. Hal itu berdasarkan index 2020 Military Strenght Ranking dari Global Fire Power. Cina mendapat power index mencapai 0.0691 dengan ukuran 0.0000 sebagai angka sempurna.
Global Fire mengukur index tersebut dengan memanfaatkan 50 faktor untuk menentukan nilai power index, di antaranya mencakup kategori kekuatan militer, finansial, hingga kapabilitas logistik dan geografi.
Total angkatan militer Cina berjumlah hampir 2,7 juta personel yang di mana 2,2 juta di antaranya merupakan personel aktif.
Untuk kekuatan alutsista, total kekuatan angkatan udara Cina menduduki peringkat ketiga dunia dengan nilai 3,210 yang mencakup airfighter, attack aircraft, trainer, special-mission, transport dan helicopter.
Sedangkan untuk total aset angkatan laut menduduki peringkat kedua dunia dengan jumlah 777 kapal yang mencakup aircraft carrier, destroyer, frigate, corvette, submarine, patrol, dan mine warfare.
Kekuatan angkatan darat Cina juga cukup tinggi dengan jumlah 3.500 tank, 33.000 armored vehicles, 7.400 artillery, dan 2.650 rocket projectors. Setiap jumlah kekuatan alutsista itu berada di 10 besar peringkat dunia.
Sejak tahun lalu, Republik Cina memperkenalkan beberapa alutsista baru di antaranya QBZ-191 pada bulan April lalu.
Dilansir dari Asia Times, senapan ini merupakan jenis gas-operated short-stroke pistol assault rifle dengan standar kaliber 5.8x42 mm. Senapan serbu ini didesain dengan performa yang jauh lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya QBZ-95.
Konfigurasi karbin QBZ-191 memiliki jangkauan efektif 300-400 meter dengan kecepatan tembakan 750 rpm.
Selain itu pada Oktober 2019, Republik Rakyat Cina menggelar parade militer saat peringatan 70 tahun berdirinya Cina. Dalam parade militer tersebut terungkap beberapa alutsista terbaru termasuk drone dan missile.
Parade itu jelas tidak hanya mengancam superioritas Amerika Serikat, tetapi juga menunjukan metode baru Cina dalam berperang, Begitu menurut Ian Williams, research fellow keamanan international dari CSIS.
Drone terbaru yang mereka perlihatkan di antaranya ialah GJ-11 WZ-8. GJ-11 (Gongji) ialah drone jenis unmanned combat air vehicle (UCAV) yang didesain untuk serangan jarak jauh serta menyuplai informasi incaran. Sedangkan WZ-8 ialah air-launched supersonic drone yang digunakan sebagai pesawat pengintai maupun bomber.
Selain itu, parade tersebut juga memamerkan beberapa misil canggih. Enam di antaranya ialah misil jenis baru yang mencakup tiga cruise missile (YJ-12B, YJ-18 dan CJ-100) dua ballistic missile (JL-2 dan DF-41), dan satu jenis hypersonic glide vehicle (DF-17). Cina juga menunjukan beberapa sistem militer baru lainnya yaitu DF-31AG dan DF-26.
YJ-18 ialah subsonic-anti ship missile, dengan memiliki daya dorong turbojet dan kecepatan supersonik misil ini mampu menempuh jarak kisaran 220-580 km. Sedangkan YJ-12B ialah generasi baru dari YJ-12 yang diperkirakan memiliki jarak tempuh 500 km.
Dilansir dari The National Interest, misil CJ-100 atau DF-100 dikabarkan mampu menjangkau 2.000-3.000 km meter dengan kecepatan hypersonic.
Sementara DF-17 ialah sistem misil medium-range yang dilengkapi dengan hypersonic glide vehicle. Memiliki kecepatan 5-10 mach (1.72-3.43 km/detik) dengan jarak tempuh mencapai 1,800-2,500 km, demikian seperti dikutip dari Missile Threat.
DF-31 AG belum diketahui spesifikasi resminya. Namun yang jelas, misil ini adalah improvisasi dari DF-31A yang memiliki jangkauan sampai 11.700 km dengan 1-3 megaton nuclear warhead.
DF-41 merupakan interconental ballistic missile yang diestimasikan mampu menjangkau sampai 15.000 km dengan berat 80.000 kg dan memiliki warhead kisaran 1 megaton sampai 10 MIRV. Misil ini diproyeksikan mampu menghantam wilayah Amerika Serikat dalam waktu 30 menit.
Dilansir dari South China Morning Post, Cina juga sedang berupaya mengembangkan JL-3, improvisasi JL-2. Intercontinental ballistic missile ini diperkirakan memiliki jangkauan sampai 12.000 km dengan kecepatan 7.9 km/detik. Mampu mengenai Amerika Serikat jika ditembakan dari pesisir Cina.
Misil ini diestimasikan terintegrasi penuh dengan kapal selam tipe-096 generasi berikutnya pada tahun 2025.
Pada bulan Mei lalu, karena kemampuannya tersebut, misil ini diakui dalam salah satu penghargaan sebagai penemuan terbaik Cina.
Beberapa akademisi Center for Strategic & International Studies, Bonnie. S Glaser, Matthew P. Funaiole dan Brian Hart, merinci anggaran pertahanan Cina tahun 2020. Mereka mengutip dari pemerintah Cina bahwa anggaran pertahanan Cina mencapai 1.268 miliar Yuan atau 179 miliar dolar AS (Rp2,5 triliun) meningkat 6.6 dari segi jumlah anggaran, namun pertumbuhannya menurun dibandingkan tahun 2019.
Dilansir dari South China Morning Post, sejak 2017, Xi Jin Ping memperkuat kemampuan pertahanannya dengan kebijakan Military-Civil Fusion (MCF). Kebijakan tersebut merupakan strategi nasional untuk meminta sektor swasta dalam memodernkan pertahanan negara dan mengembangkan teknologi mutakhir.
Professor Tai Ming Cheung dari UC San Diego School of Global Policy and Strategy mengatakan bahwa MCF ialah prioritas utama Xi dalam meningkatkan kompetisi techno-security dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Ia menambahkan, strategi tersebut juga merupakan komponen dari visi dan strategi besar Xi Jinping untuk pembangunan geo-ekonomi dan geo-strategi jangka panjang. Tujuannya ialah untuk memimpin kekuatan global di pertengahan tahun 2030-an.
Analis lain, Zi Yang, senior analis dari S. Rajaratnam School of International Studies, mengatakan bahwa lima tahun mendatang bahwa kemungkinan besar Beijing akan mengizinkan sektor swasta dapat mengambil peran yang lebih besar dalam proyek pertahanan utama.
Penulis: Mochammad Ade Pamungkas
Editor: Alexander Haryanto