tirto.id - Akhir zaman Hindia Belanda, Achmad Lamo jadi polisi di Jawa Timur setelah lulus Sekolah Polisi di Sukabumi. Begitu juga di awal zaman Jepang. Seperti dicatat Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI-AD (1988: 175), sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, laki-laki kelahiran Alla (Enrekang), 8 September 1920 ini memilih ikut Republik.
Pada 1946, dia bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di Lawang, meski dengan pangkat kopral. Dua tahun kemudian, di masa-masa Agresi Militer Belanda II, dia sudah jadi letnan dua di Blitar (1948) lalu di sekitar Gunung Kawi dengan pangkat letnan satu dengan jabatan komandan kompi (1949).
Waktu Letnan Achmad Lamo bergerilya di pedalaman Jawa Timur melawan tentara Belanda, pemuda laskar bernama Arifin Nu’mang sudah jadi tawanan dari akhir 1947 hingga 1949 di Parepare dan Makassar. Menurut catatan Mas’ud Ahmad dalam Heroik Laskar Gonggawa (2014: 35), sebelum Arifin Nu’mang ditawan, ia bersama L. Rahmansyah memimpin pemuda-pemuda Laskar Gonggawa di Barru, Sulawesi Selatan bertempur melawan militer Belanda.
Dalam revolusi kemerdekaan itu, seperti dicatat Andi Mannaungi dalam Corat-coret Masa Revolusi: Memoar H.A. Mannaungi (2002:195) dan Andi Mattalata dalam Meniti Siri Dan Harga Diri: Catatan Dan Kenangan (2003: 351), ayah Arifin Nu’mang, La Nu’mang, jadi korban keganasan pasukan Westerling di Sulawesi Selatan.
Di selatan kota Makassar, di daerah Gowa, Muhammad Yasin Limpo juga ikut serta dalam revolusi. “Sejak masa revolusi kemerdekaan, aktif berjuang membela bangsa dan tanah air ini dari penjajahan. Perjuangannya dibawa naungan PARRIS (Pejuang Rahasia Rakyat Indonesia Sulawesi). Ia juga bergabung dengan pimpinan pasukan LAPRIS di Polongbangkeng Takalar,” catat Syarifuddin Daeng Kulle dan kawan-kawan dalam Rakyat Gowa Menentang Penjajah (2007: 86).
Setelah revolusi berlalu, pangkat letnan dilampaui tiga orang asal Sulawesi Selatan itu. Yasin Limpo belakangan berpangkat kolonel. Dia dikenal sebagai tokoh Golongan Karya (Golkar) Sulawesi Selatan dan pernah jadi pejabat bupati di Maros (1962) juga menjabat kepala pemerintahan di Takalar pada awal 1950-an. Sedangkan Arifin Nu’mang juga berpangkat terakhir kolonel dan pernah menjadi bupati di Sindenreng Rappang (1966-1978). Nama Arifin Nu’mang diabadikan sebagai nama rumah sakit umum di Rappang. Sementara itu, Achmad Lamo berpangkat terakhir mayor jenderal dan pernah jadi Gubernur Sulawesi Selatan (1966-1978).
Generasi Kedua Juga Terjun ke Politik
Ketiga mantan perwira TNI dan pejuang kemerdekaan tadi punya anak yang saat ini terjun juga ke dunia politik. Anak-anak ketiga orang itu bertarung dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan untuk periode 2018-2023.
Calon Gubernur Agus Arifin Nu’mang adalah anak dari almarhum Kolonel Arifin Nu’mang. Dia berpasangan dengan Mayor Jenderal (purnawirawan) Achmad Tanribali Lamo, yang tak lain adalah anak dari almarhum Mayor Jenderal Achmad Lamo. Tanribali, yang lahir di Bone pada 15 November 1952—tempat ayahnya pernah jadi komandan kompi dan Komandan Distrik Militer (Dandim)—belakangan mengikuti jejak ayahnya di militer. Tanribali kemudian dikaryakan di Departemen Dalam Negeri dan pernah menjadi pejabat Gubernur Sulawesi Selatan (2008), Sulawesi Tengah (2011), Papua Barat (2011-2012), dan Maluku Utara (2013-2014).
Sebelumnya, Agus Arifin Nu’mang adalah Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Selama 10 tahun dia mendampingi Syahrul Yasin Limpo, anak dari almarhum Kolonel Yasin Limpo.
Tahun ini, Syahrul Yasin Limpo tidak maju karena sudah menjabat dua periode. Adiknya, Ichsan Yasin Limpo, yang bertarung dalam Pilgub kali ini. Seperti abang dan ayahnya, Ichsan pernah juga jadi bupati. Ichsan mantan Bupati Gowa seperti abangnya. Saat ini, anak Ichsan, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, yang menjadi Bupati di Gowa.
Dalam Pilgub kali ini, Ichsan sebagai calon gubernur berpasangan dengan Andi Mudzakkar alias Cakka sebagai calon wakil gubernur. Cakka juga bukan keturunan sembarangan. Seperti pasangannya, Cakka terhitung anak kolonel juga, karena ayahnya pernah menjadi letnan kolonel TNI sebelum dikenal sebagai pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia cabang Sulawesi Selatan. Siapa tak kenal Kahar Muzakkar?
Andi Mudzakkar alias Cakka adalah anak Kahar dari Hajjah Andi Haliah. Sudah dua periode laki-laki yang bergiat di Partai Golkar ini jadi Bupati Luwu. Anggota keluarga besar Kahar Muzakkar yang maju dalam Pilgub Sulawesi Selatan tak hanya Cakka. Saudara-beda-ibunya ada yang maju, yaitu Aziz Qahar Mudzakkar. Ia adalah putra Kahar dengan Hajjah Habibah. Sudah tiga kali Aziz jadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Sulawesi Selatan. Dalam Pemilu, dia mendapat satu juta suara.
Pada Pilkada kali ini, Aziz yang dikenal sebagai ustaz menjadi calon wakil gubernur mendampingi calon gubernur Andi Nurdin Halid, yang dalam pentas nasional dikenal sebagai mantan Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan pernah dibui karena kasus korupsi.
Andi Nurdin Halid putra seorang guru yang pernah jadi kepala sekolah bernama Andi Abdul Halid, kelahiran Watampone, 17 November 1958. Dalam biografinya, HAM Nurdin Halid: Di Timur Matahari: Langkah Besar Anak Guru (2000: 19), yang disusun Husni Irsyad, digambarkan betapa sulitnya kehidupan ekonomi anak guru yang jadi sarjana ekonomi perusahaan IKIP Ujungpandang ini. Meski bukan strata sosial dan tingkat pendapatan gaji terbawah, guru atau PNS lainnya di Indonesia masih dianggap golongan orang yang hidup susah.
Cagub lainnya adalah sepasang anak tentara, yakni Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman. Namun pangkat orang tua mereka tak lebih dari kapten. Andi Sulaiman adalah bekas anak kolong yang menjadi calon wakil gubernur yang mendampingi Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng yang maju sebagai calon gubernur.
Andi Sudirman Sulaiman adalah adik dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Suatu kali, dalam sebuah pertemuan di Bone, yang juga kota kelahiran Andi Amran dan Andi Sudirman itu, kedua putra dari Andi B. Sulaiman Dahlan Petta Linta tersebut mengaku ayahnya adalah kopral TNI. Andi Amran dikenal sebagai pengusaha di bidang pertanian yang diketahui sebagai salah satu menteri terkaya dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Sementara itu, ayah Nurdin Abdullah, Andi Abdullah, juga anggota TNI. Dalam autobiografinya yang disusun Fahrudin, Nurdin Abdullah (2017: 5), dia mengaku ayahnya pensiun dengan jabatan Komandan Rayon Militer (Danramil) di Soppeng. Danramil biasanya berpangkat letnan atau kapten. Setelah pensiun, ayahnya mendirikan perusahaan konstruksi. Semua tahu, Nurdin Abdullah adalah akademisi yang sukses menjadi Bupati Bantaeng.
Editor: Ivan Aulia Ahsan