tirto.id - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengecam penembakan dua guru di Distrik Beoga dan seorang tukang ojek di Distrik Omukia, Papua, serta menyampaikan duka terdalam bagi keluarga korban.
Dua distrik yang terletak di Kabupaten Puncak, Papua, itu sedang menjadi zona merah konflik. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengaku bertanggung jawab atas penembakan itu.
“Pembunuhan secara sengaja terhadap laki-laki, perempuan, dan anak-anak tidak pernah dapat dibenarkan dan jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia,” kata Usman, Jumat (16/4/2021).
Hukum internasional mewajibkan negara untuk menghukum pelakunya dan memberikan keadilan untuk korban. Aparat berwenang di lapangan juga harus segera melaksanakan penyelidikan yang imparsial, independen, dan menyeluruh. Kemudian, polisi serta memastikan mereka yang berbuat dapat bertanggung jawab diadili sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan tanpa menggunakan hukuman mati.
“Kami juga mendesak pemerintah Indonesia memastikan kejadian ini tidak menimbulkan siklus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang baru. Aparat keamanan mempunyai sejarah panjang melakukan aksi balasan yang berakhir dengan warga sebagai korban. Kejahatan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk merepresi dan melanggar hak asasi manusia warga di Papua,” terang Usman.
Sebelumnya, bangunan SD Jambul, SMP Negeri 1, SMA Beoga, dan rumah guru di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, dibakar pada 8 April 2021.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menyatakan para terduga pembakar adalah “kelompok kriminal bersenjata”, sebutan aparat Indonesia terhadap TPNPB dan menembak dua guru setempat, Oktavianus Rayo dan Yonatan Renden.
Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengklaim “guru SD yang ditembak mati di Beoga itu adalah mata-mata TNI dan Polri yang telah lama diidentifikasi oleh TPNPB.” Maka kelompok itu tak ragu memuntahkan peluru kepada target.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali