Menuju konten utama

Lemahnya Gugatan AD/ART Partai Demokrat dari Pendukung Moeldoko

Partai Demokrat kubu KLB belum menyerah. Mereka menggugat AD/ART ke pengadilan, tapi itu dianggap lemah dan sekadar mencari eksistensi.

Lemahnya Gugatan AD/ART Partai Demokrat dari Pendukung Moeldoko
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (tengah) didampingi pengurus dan kader menyampaikan konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

tirto.id - Partai Demokrat kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dinyatakan sah oleh pemerintah kembali menghadapi gugatan hukum dari para eks kader. Para penggugat meminta hakim menyatakan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tahun 2020--yang mengatur kepengurusan AHY--bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Gugatan dengan nomor perkara 213/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst itu dilayangkan pada 5 April lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tak hanya AHY (ketua umum periode 2020-2025) yang digugat, tapi juga ketua umum periode 2015-2020 Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Lima penggugat bernama La Moane Sabara, Jefri Prananda, Laode Abdul Gamal, Muliadin Salemba, dan Ajrin Duwila. Satu lagi bernama “Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat”—bukan individu. Mereka bukanlah orang baru bagi Partai Demokrat. Mereka merupakan mantan kader yang dipecat oleh AHY.

Laode Abdul Gamal tercatat sebagai Ketua DPC Muna Barat, Sulawesi Tenggara, periode 2017-2022. Jefri Prananda tercatat sebagai Ketua DPC Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, periode 2017-2022. La Moane Sabara tercatat sebagai Ketua DPC Wakatobi, Sulawesi Tenggara, periode 2017-2022 yang posisinya diganti oleh Rusda Mahmud, juga merupakan anggota DPR RI. Ajrin Duwila tercatat sebagai Plt. DPC Kepulauan Sula, Maluku Utara, yang baru saja diangkat 19 Juni 2020. Sementara Hanya Mualiadin Salemba yang tak diketahui banyak.

Ada dua jenis permintaan ke majelis hakim. Pertama, melarang AHY—sebagai tergugat satu—melakukan segala tindakan hukum baik keluar maupun ke dalam atas nama Partai Demokrat, termasuk melarang pemecatan terhadap para peserta KLB Sibolangit Deli Serdang. Kedua, dalam pokok perkara, meminta majelis hakim untuk menyatakan AHY dan SBY terbukti telah melakukan perbuatan melanggar hak politik dan perdata para penggugat.

Hal yang digugat oleh mereka, yaitu AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 yang dianggap bertentangan dengan Pasal 15 UU Parpol, sebenarnya sudah disinggung oleh kubu KLB Moeldoko saat mengadakan konferensi pers di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, 25 Maret lalu. Mereka sebut setidaknya ada 14 pasal di AD/ART yang melanggar UU Parpol.

Pasal 15 UU Parpol, yang oleh penggugat dijadikan landasan menyebut AD/ART Partai Demokrat keliru, berbunyi sebagai berikut:

(1) kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART;

(2) anggota partai politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih;

(3) anggota partai politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan partai politik.

UU Parpol sempat direvisi pada 2011 silam, tapi pasal di atas dipertahankan.

Lemah dan Sekadar Eksis

Pasal 15 yang dijadikan landasan menggugat mengasumsikan setiap anggota dapat punya pandangan politik yang berbeda dengan partai. AHY melarang itu dan memecat para anggota yang disinyalir mendukung KLB yang mendongkelnya. Namun, AHY pun menggunakan landasan UU Parpol, dalam hal ini pasal 16 yang menyebut anggota bisa dipecat jika melanggar AD/ART.

Karena juga jelas menggunakan dasar UU Parpol, menurut Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, gugatan ini lemah. Tindakan beberapa eks kader yang akhirnya dipecat karena mendukung dan ikut agenda KLB merupakan perbuatan yang tidak mengindahkan hukum yang berlaku, dan oleh karenanya ia heran jika kini mereka seolah-olah ingin menegakkan hukum.

“Rakyat juga tahu apa yang mereka lakukan ini tidak sesuai dengan hukum,” kata Herzaky saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (15/4/2021) sore.

Kelemahan lain juga karena kepengurusan mereka “bagaikan sudah disuntik mati oleh Kemenkumham karena tidak mampu melengkapi berkas-berkas yang mendasar.” “Jadi, sudah tamat riwayatnya,” kata Herzaky.

“Partai Demokrat yang sah dan benaran di bawah kepemimpinan Ketum AHY sudah sibuk mengurus rakyat kembali. Menolong korban bencana, membantu rakyat terdampak pandemi. Tidak ada waktu lagi menanggapi kelakuan miring gerombolan liar itu,” tambahnya.

Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengatakan upaya Partai Demokrat kubu KLB Moeldoko terus menyerang AHY—lewat jalur hukum maupun non-hukum—membuktikan bahwa mereka serius sekali untuk mengambil alih partai tersebut.

Selain itu juga agar terus mencuri perhatian publik. Ini penting karena ribu-ribut dengan kubu AHY masih panjang, apalagi usai ditolak oleh Kemenkumham. “Kalau tidak melakukan manuver, mereka akan mati eksistensinya,” kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu (14/4/2021) .

Baca juga artikel terkait KONFLIK PARTAI DEMOKRAT atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo & Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo & Riyan Setiawan
Penulis: Haris Prabowo & Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino