tirto.id - Petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok bernama Sandi menyebut ada praktik korupsi di tempatnya bekerja. Ia mengungkapkan dugaan tersebut di media sosial. Fotonya beredar luas sejak beberapa hari lalu.
Sandi berpose dengan papan bertuliskan: “Bapak Kemendagri, tolong untuk tindak tegas pejabat di Dinas Pemadaman Kebakaran Depok. Kita dituntut kerja 100 persen, tapi peralatan di lapangan pembeliannya tidak 10 persen, banyak digelapkan!”
Pada poster lain tertulis: “Pak Presiden Jokowi, tolong usut tindak pidana korupsi Dinas Pemadaman Kebakaran Depok. #StopKorupsiDamkar.”
Beberapa dugaan penggelapan adalah pembelian sepatu dinas yang tidak sesuai standar dan pemotongan insentif penyemprotan disinfektan sampai 50 persen dari nominal yang dijanjikan, Rp 1,7 juta. Kemudian juga dana pengadaan mobil damkar karena ternyata kendaraan tersebut tak cukup layak dipakai.
“Ada dugaan markup di harga mobil, pengadaan perangkat, dan penggelapan. Kan gaji orang dicuri tuh, dipotong,” ujar kuasa hukum Sandi, Razman Arif Nasution, kepada reporter Tirto, Rabu (14/4/2021).
Sandi sudah melapor ke aparat dan Razman mengatakan dalam waktu dekat mereka akan mengadakan gelar perkara internal. Sandi telah dipanggil Kejaksaan Negeri Depok dan ditanya 35 pertanyaan, Rabu lalu. Kamisnya ia dipanggil Kemendagri tapi karena pemberitahuan mendadak dia tak menyanggupi.
Alih-alih mendapatkan respons yang baik, menurutnya Sandi serta beberapa kawannya yang lain malah mengalami intimidasi verbal bahkan ancaman pemecatan. Terkait itu, Razman meminta institusi negara yang berwenang, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), melindungi kliennya. “Kalau LPSK tahu ini ada yang terancam, mau diminta atau tidak, ya harus jalan.”
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan Sandi memang “berhak untuk mendapatkan perlindungan dari negara yang dilaksanakan oleh LPSK” dan mereka telah menghubungi meski dia atau kuasa hukum belum mengajukan permohonan perlindungan. “Perlindungan tersebut bisa dalam bentuk perlindungan fisik, perlindungan hukum, dan juga pemenuhan hak-haknya sebagai pelapor.”
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman meminta Inspektorat Daerah Kota Depok proaktif mengecek kebenaran informasi dari Sandi. “Untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran administratif atau pidana, kemudian meneruskan hasil audit tersebut.” kata Zaenur kepada reporter Tirto, Rabu. “[Dengan] adanya informasi ini aparat penegak hukum bisa bergerak secara aktif tanpa harus menunggu laporan.”
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok Herlangga Wisnu Murdianto menyatakan instansinya telah mengumpulkan data dan informasi khususnya soal pengadaan sepatu sekitar akhir Maret lalu. “Beberapa pejabat Damkar telah dimintai klarifikasi,” ucap dia, Rabu.
Herlangga mengaku masih mengumpulkan data dan informasi lain, dan bila ada temuan baru akan memberitahukan kepada wartawan.
Dia juga menegaskan bahwa pada prinsipnya setiap orang berhak mengadukan dugaan korupsi dan dia dilindungi.
Kepala Dinas Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok Gandara Budiana membantah tudingan-tudingan dari Sandi. Menurutnya sepatu yang dipermasalahkan merupakan “PDL 2019 dan sudah lama jadi begitu” dan bukan jenis sepatu yang digunakan oleh petugas lapangan.
Perihal insentif, ia hanya membenarkan bahwa potongan untuk pembayaran BPJS Kesehatan sebesar Rp200 ribu dari honor bulanan Rp3,4 juta. “Penarikan itu, kan, ada[lah] kewajiban dari pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujarnya kepada wartawan, Rabu.
Gandar juga menepis ada ancaman pemecatan kepada Sandi. Ia mengatakan hanya menegur yang bersangkutan. “Supaya tidak berjalan di luar dari tugas yang ditentukan; yang kedua nanti ada pemanggilan,” tandasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi & Adi Briantika
Editor: Rio Apinino