Menuju konten utama

Amnesty Indonesia: Pemecatan Polisi Karena Gay Langgar Aturan

Amnesty International Indonesia menyebut bahwa anggota Polri tidak boleh LGBT cenderung menyesatkan dan bernada diskriminatif.

Amnesty Indonesia: Pemecatan Polisi Karena Gay Langgar Aturan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan keterangan terkait tindakan tim terpadu inisiasi Kemenko Polhukam atas deklarasi damai terhadap kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989 di gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan bahwa pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada media bahwa “anggota Polri tidak boleh LGBT dan memiliki kelainan atau disorientasi seksual” merupakan sebuah kekeliruan. Lebih jauh lagi, menyesatkan.

“Pernyataan tersebut keliru, cenderung menyesatkan dan bernada diskriminatif,” kata Usman dalam keterangan tertulis pada Jumat (17/5/2019).

Usman menilai Sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang diberikan kepada TTP, bekas polisi berpangkat brigadir telah melanggar melanggar prinsip-prinsip HAM, khususnya prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi dalam dunia kerja di lembaga penegak hukum.

"Lebih jauh, keputusan tersebut juga melanggar aturan internal kepolisian itu sendiri yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia," jelas Usman.

Pasalnya, pasal 4 butir h Perkap No. 8/2009 mengatakan konsep dasar perlindungan HAM antara lain, “HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya/agama/keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab; dan…”.

Selain itu, Pasal 6 butir h aturan yang sama mengatakan bahwa HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam cakupan tugas Polri, meliputi, “hak khusus kelompok minoritas, seperti etnis, agama, penyandang cacat, orientasi seksual.”

“Jadi keputusan pemecatan yang dijelaskan melalui pernyataan Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo jelas melanggar aturan internal mereka sendiri. Dalam skala lebih luas ini adalah suatu pelanggaran HAM," tegas Usman.

Pemecetan TTP yang sebelumnya bertugas di Direktorat Pengamanan Obyek Vital (Ditpamobvit) Kepolisian Daerah Jawa Tengah itu menurutnya adalah sebuah ironi. Pasalnya tempatnya bekerja merupakan badan penegak hukum yang bertugas melayani dan melindungi warga negara berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.

“Kepolisian Republik Indonesia harus mengoreksi keputusan pemecatan tersebut dan memerintahkan Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk mengembalikan pekerjaan anggota polisi tersebut," tambahnya.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Irwan Syambudi