tirto.id - Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso meminta Gubernur Anies Baswedan mengoptimalkan pajak tempat hiburan malam setelah penutupan unit usaha PT Grand Ancol Hotel, termasuk Alexis. Menurutnya, pencabutan Tanda Daftar Usaha Pariwisata pengelola Alexis itu berdampak pada pendapatan daerah dari sektor pajak, meski tak besar.
"Saya beranggapan Gubernur harus bertindak tegas, tapi harus juga melakukan optimalisasi kebocoran pajak. Sebulan 1,5 atau 1,4 miliar per bulan [pajak Alexis]. Setahun 18 miliar," ungkapnya saat dihubungi Tirto, Kamis (28/3/2018).
Karena itu, ia menyarankan agar Pemprov meningkatkan pajak dari tempat hiburan lain dengan cara optimalisasi objek-objek yang belum tercatat. Sebab, jika pengganti sumber pajak tersebut adalah tempat usaha baru, besaran pendapatan yang disetor ke Pemprov DKI diperkirakan bakal lebih kecil.
"Misalnya kebocoran hiburan di tempat lain, kan, ada yang laporannya sedikit, itu kebocoran. Restoran pendapatan banyak, tapi hasilnya sedikit," kata politisi Partai Demokrat tersebut.
Pencabutan TDUP PT Grand Ancol Hotel telah dilakukan sejak Jumat, 23 Maret 2018, dan diumumkan Anies Baswedan di Balai Kota pada Selasa (27/3/2018).
Dalam konferensi Pers di Balai Kota, Anies menegaskan bahwa seluruh usaha yang dikelola PT Grand Ancol Hotel harus dihentikan. Berdasarkan pasal 55 (4) peraturan yang sama, perusahaan itu masih bisa izin namun dilarang melakukan usaha yang sejenis dengan sebelumnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga menyebutkan enam jenis TDUP yang sudah dicabut. Di antaranya TDUP karaoke, restoran, live music, serta sebelumnya hotel dan griya pijat. Tempat-tempat itu diberi tenggat 5x24 jam sejak pencabutan TDUP hingga untuk menutup tempat usahanya sebelum Pemprov DKI mengambil tindakan.
Menurut Santoso, yang dilakukan Anies-Sandi adalah hal yang wajar sepanjang pelanggaran tempat tersebut bisa dibuktikan. Pimpinan komisi bidang keuangan itu mengingatkan agar Pemprov DKI mencari solusi bagi para pekerja yang terdampak penutupan tempat tersebut.
"Pergub itu kan diterbitkan untuk hukum. Dan jika Pergub ini melanggar ketentuan atau melanggar merugikan pihak lain. Masyarakat bisa menuntutnya saja. Saya kira di era demokrasi ini baik pemerintah dan masyarakat berhak untuk lakukan hal-hal yang dianggap perlu dan baik sesuai koridor hukum," imbuhnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari