Menuju konten utama

Prostitusi Kalibata City dan Ironi Pemberantas Bisnis Berahi di DKI

Anies ingin wajah tamu yang datang ke Kalibata City difoto dan disebarkan, tapi bisnis berahi di DKI dinilai Moammar Emka seperti dibiarkan.

Prostitusi Kalibata City dan Ironi Pemberantas Bisnis Berahi di DKI
Apartemen Kalibata City. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta coba memberantas bisnis prostitusi di Kalibata City, Jakarta Selatan. Gubernur DKI Anies Baswedan pada 16 September lalu telah melakukan inspeksi ke apartemen yang berdiri di bekas pabrik salah satu merek sepatu terkenal tersebut.

Lewat Instagram, Anies menyampaikan kepada pengelola hunian vertikal itu agar tidak membiarkan praktik perdagangan manusia dan prostitusi terjadi di lingkungannya. "Salah satu prinsip pencegahan: wajah dan nama tamu akan difoto-dicatat dan tentu saja bisa diumumkan," tulis Anies.

Meski sudah sering diperingatkan lewat razia dan penangkapan yang dilakukan kepolisian, bisnis prostitusi di Kalibata City belum juga menghilang dan tetap berlangsung.

Rencana penertiban dan pemberantasan prostitusi ini dinilai penulis buku Jakarta Undercover Moammar Emka sebagai upaya yang hampir mustahil. Sebab, pada dasarnya, "prostitusi di ranah privat itu jumlahnya tak terhitung," ujar Emka kepada Tirto, Selasa (18/9/2018). Pun sulit untuk mengidentifikasi dengan pasti mana saja tempat privat yang jadi lokasi prostitusi, dan mana yang tidak. Kesulitan makin bertambah karena itu terkait privasi seseorang.

Emka menambahkan, pada dasarnya transaksi seks di Jakarta memang banyak terjadi di ranah privat seperti rumah dan apartemen. Meski begitu skalanya bisnisnya tidak besar. Atas dasar itu, Emka mengatakan, inspeksi mendadak Anies ke Kalibata City hanya menunjukkan kalau Pemprov DKI tak punya skala prioritas menangani prostitusi.

Pemprov DKI, katanya, semestinya menertibkan dulu bisnis prostitusi berskala besar. Penertiban Hotel Alexis sudah jadi contoh baik, tapi itu tak berlanjut ke tempat lain yang skalanya sama.

"Bisnis yang besar itu bukan yang berada di ranah privat, tapi di ranah publik dengan segala macam kedoknya seperti karaoke, panti pijat, termasuk hotel."

Jika pemerintah fokus menertibkan "ikan besar", dampaknya pun akan menyebar.

Bisnis prostitusi di ranah publik bisa diakses siapa saja tanpa perlu ada kesepakatan khusus antara "penjual" dan "pembeli". Dengan begitu, jika penertiban dilakukan reguler dan kegiatannya dipublikasikan luas, orang akan berpikir lebih dari sekali buat "bertransaksi".

Pemprov DKI juga punya kuasa untuk menertibkan yang ada di wilayah publik ketimbang privat. Kuasa itu bernama Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2015 tentang Kepariwisataan (PDF). Aturan tersebut kemudian diturunkan menjadi Pergub Nomor 18 Tahun 2018 (PDF). Dalam Pasal 38 poin 2 Pergub itu dijelaskan bahwa pengusaha pariwisata memiliki kewajiban di antaranya menjaga dan menghormati norma agama, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.

"Kenapa tidak bereskan yang itu dulu? Secara skala jumlahnya besar sekali. Jumlahnya ratusan lebih," ujar Emka.

Ditata

Sedari awal wawancara, Emka kerap menggunakan istilah "menata", alih-alih menutup tempat prostitusi. Dan itu memang maksud pria kelahiran Tuban, 44 tahun lalu ini. Menurutnya, hampir mustahil prostitusi hilang selama masih ada manusia di dunia, apalagi di kota seperti Jakarta.

Penataan dan penertiban ditujukan agar bisnis esek-esek ini tidak berceceran dan melebar. "Jangan sampai bahasa kasarnya begini: duit dan pajaknya mau terima, tetapi bisnis prostitusi ini tidak diakui. Kan begitu."

Infografik CI Prostitusi di Kalibata City

Bagaimana penataan yang dimaksud? Baginya yang terpenting ialah memastikan anak-anak di bawah umur tidak terlibat. Lokasi bisnis juga harus jauh dari lingkungan tempat tinggal.

"Jika ada bisnis esek-esek di sekitar kompleks perumahan itu sudah enggak sehat, liar, dan harus ditertibkan."

Berdasarkan pengalamannya menelusuri bisnis prostitusi di Jakarta, Emka mengatakan bisnis berahi ini pada dasarnya adalah industri yang besar, perputaran uangnya juga cepat sekali. Jika dibandingkan dengan Bangkok atau kota di Eropa dan Amerika sekalipun, Jakarta jelas tidak kalah.

Secara tersirat Emka ingin mengatakan kalau bisnis ini bisa terus langgeng dan bahkan membesar karena ada kongkalikong antarpelaku, pengelola, dan aparat.

"Bisnis ini menggiurkan sekali, kalau ada orang yang mau bikin tempat hiburan besar dengan menu seks yang bervariasi dan mahal pasti tidak sembarangan. Ia pasti akan memastikan bahwa semua sudah clear, aman. Saya mau bilang itu aja," katanya sambil tertawa.

Poin terakhir sebetulnya sempat dibantah Kepala Satpol PP DKI Jakarta Yani Wahyu. Yani membantah tudingan bahwa prostitusi tak pernah berhenti di Kalibata City karena ada anak buahnya yang membekingi.

Baca juga artikel terkait PROSTITUSI DI KALIBATA CITY atau tulisan lainnya dari Rizky Ramadhan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rizky Ramadhan
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Rio Apinino