Menuju konten utama

Alasan MK Tolak Permohonan SIM Seumur Hidup

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji pasal 85 ayat 2 UU LLAJ yang meminta masa berlaku SIM sama seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Alasan MK Tolak Permohonan SIM Seumur Hidup
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (kedua kiri) dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri), Daniel Yusmic P. Foekh (kedua kanan), M. Guntur Hamzah (kanan) memimpin jalannya sidang putusan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/9/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Surat Izin Mengemudi (SIM) ditetapkan selama seumur hidup. Hal itu berlaku setelah MK menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diajukan Arifin Purwanto.

Dalam putusan yang diketok Kamis (14/9/2023) itu, mahkamah menolak permohonan uji pasal 85 ayat 2 UU LLAJ yang meminta masa berlaku SIM sama seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi, saat membacakan amar Putusan Nomor 42/PUU-XXI/2023 yang dikutip Tirto, Senin (18/9/2023).

Dalam pertimbangan hukum, MK menilai bahwa KTP dan SIM memang dokumen yang memuat identitas sebagaimana pengajuan pemohon, tetapi memiliki fungsi berbeda. KTP adalah dokumen yang wajib dimiliki semua warga negara sementara SIM tidak diwajibkan untuk dimiliki semua warga negara.

Selain itu, pemilik SIM adalah orang yang wajib dimiliki pengguna kendaraan bermotor dan memenuhi syarat penerbitan SIM. Oleh karena itu, KTP bisa dimiliki seumur hidup yang tidak perlu evaluasi kompetensi.

“Berbeda halnya dengan SIM, dalam penggunaannya SIM sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas sehingga diperlukan proses evaluasi dalam penerbitannya. Oleh karena kedua dokumen tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda maka tidak mungkin menyamakan sesuatu yang memang berbeda termasuk terhadap jangka waktu pemberlakuannya,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.

Selain itu, MK juga menilai penerapan jangka waktu lima tahun masih masuk akal untuk melakukan evaluasi pengemudi berupa uji kesehatan dan jasmani serta kompetensi dan kemampuan pengemudi.

MK mengingatkan, perubahan kemampuan pengendara dapat dikategorikan pada penglihatan, pendengaran, fungsi gerak, kognitif, psikomotorik hingga kepribadian pemegang SIM. Poin tersebut layak menjadi pertimbangan karena mempengaruhi kemampuan pengemudi. Selain itu, jangka waktu 5 tahun bisa menjadi pertimbangan untuk evaluasi data identitas seperti alamat, nama hingga perubahan wajah.

Di saat yang sama, perpanjangan SIM 5 tahun akan mendukung aparat bertugas. Aparat bisa menelusuri lebih mudah keberadaan pemegang SIM dan keluarga apabila terjadi kecelakaan lalu lintas atau terlibat tindak pidana lalu lintas. Selain itu, perpanjangan SIM juga perlu dilakukan untuk memeriksa kondisi jasmani dan rohani pengendara dalam menghormati nilai sosial di ruang jalan.

Meski ditolak, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh memiliki alasan berbeda (concurring opinion) dalam menolak permohonan Arifin. Daniel sepakat dengan pendapat mayoritas hakim konstitusi yang menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan hukum, tetapi Daniel berharap perlu dipertimbangkan untuk memberikan SIM seumur hidup bagi kelompok lanjut usia.

“Saya berpendapat sama dengan mayoritas hakim konstitusi bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum, namun ke depan kepada pembentuk Undang-Undang perlu dipertimbangkan adanya kebijakan afirmatif (affirmative action) bagi kelompok lansia untuk diberikan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup,” kata Daniel.

Baca juga artikel terkait SIM SEUMUR HIDUP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Anggun P Situmorang