tirto.id - Hakim anggota Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menyatakan bahwa keraguan atas kematangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) seharusnya bisa diimbangi dengan jabatan saat ini.
Hal itu menjadi landasan atas perbedaan pendapat (dissenting opinion) dirinya dalam sidang MK mengenai uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Gugatan tersebut diajukan Partai Solidaritas Nasional (PSI) dengan nomor 29/PUU-XXI/2023.
“Pernah atau sedang diduduki dalam jabatan yang dipilih saat pemilu,” ujar Guntur dalam sidang, Senin (16/10/2023).
Sebelumnya, pada persidangan terakhir, Mahkamah Konstitusi (MK) mendengar keterangan ahli pihak terkait Perludem; keterangan pihak terkait Evi Anggita Rahma, dkk; Rahyan Fiqi, dkk, Oktavianus Rasubala, serta KIPP dan JPPR (VI).
Gugatan judicial review atau uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) terkait batas usia minimal capres dan cawapres ini diajukan oleh sejumlah pihak.
Ada tujuh pemohon uji materi UU Pemilu terkait batas usia capres/cawapres mewakili sejumlah pihak, mulai dari partai politik, pengacara, kepala daerah hingga mahasiswa.
Salah satunya perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023. Perkara ini diajukan atas nama pemohon Dedek Prayudi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan kuasa hukum Michael.
Dalam petitumnya, PSI meminta batas usia capres/cawapres diubah menjadi 35 tahun. Alasannya, kepala daerah maupun menteri muda berpotensial untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden. Mereka mengacu pada jabatan lain di bawah capres-cawapres yang diisi anak muda dan bisa dikerjakan dengan baik.
Sidang perkara batas usia capres dan cawapres sudah bergulir sejak 9 Maret 2023 hingga 29 Agustus 2023 hingga memasuki tahap terakhir pembacaan putusan hari ini.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Abdul Aziz & Bayu Septianto