Menuju konten utama

Akuisisi Whole Food oleh Amazon dan Evolusi Ritel

Langkah Amazon mengakuisisi Whole Food Market pada Juni lalu dianggap sebagai sebuah acuan untuk terjadinya revolusi bisnis ritel.

Akuisisi Whole Food oleh Amazon dan Evolusi Ritel
CEO Amazon, Jeff Bezos dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia. FOTO/Forbes.com.

tirto.id - Pada 16 Juni, Amazon.com Inc mengakuisisi perusahaan ritel perintis makanan alami dan organik Whole Food Market dengan nilai 13,7 miliar dolar AS atau setara Rp178 triliun. Harga per lembar saham dari Whole Food Market dihargai dengan 42 dolar AS per lembar.

Ini merupakan kesepakatan akuisisi terbesar dalam sejarah Amazon. Jauh melebihi nilai akuisisi sebelumnya misalnya Zappos yang senilai 1,2 miliar dolar AS atau Twitch yang mencapai 970 juta dolar AS atau Lovefilm yang hanya 319 juta dolar AS.

Whole Food Market yang memiliki 456 toko di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan UK saat itu sedang berjuang memperbaiki kinerjanya. Pendapatan dari perusahaan yang sudah berdiri sejak 1978 di Texas itu terus menurun setiap tahunnya.

Whole Food juga menghadapi ketidakpuasan dari pihak investor terkait turunnya penjualan di tengah meningkatnya persaingan di Amerika Serikat terutama dengan Walmart dan Kroger. Manajemen Whole Food akhirnya menyetujui akuisisi oleh Amazon. Alasannya paling kuat tentu agar Whole Food tetap berjalan.

“Kemitraan ini menghadirkan sebuah kesempatan untuk memaksimalkan nilai bagi pemegang saham Whole Foods Market, sementara pada saat yang sama ini juga memperluas misi kami dan membawa kualitas, pengalaman, kenyamanan dan inovasi tinggi kepada pelangga kami,” kata CEO Whole Foods John Mackey, seperti dikutip BBC.

Sedangkan bagi Amazon, akuisisi ini adalah salah satu langkah untuk memperluas bisnis mereka yang sebelumnya menjadi toko buku online, merambah ke barang elektronik, hingga ke bisnis bahan makanan.

Dengan akuisisi tersebut, Amazon pun harus menanggung utang Whole Foods. Namun, Jeff Bezos menilai bahwa jutaan orang menyukai Whole Food Market karena menyajikan makanan organik dan mereka membuat makanan sehat menjadi menyenangkan.

“Whole Food Market telah memuaskan, menyenangkan dan memberikan makanan bernutrisi pada konsumen selama hampir 4 dekade – mereka sukses dan kini ingin terus berlanjut,” kata Jeff Bezos dalam sebuah pernyataan.

Langkah Amazon membeli Whole Foods sesungguhnya merupakan ambisi dari sang pendiri, Jeff Bezos untuk masuk dalam semua sektor. Sebelumnya, Jeff Bezos mendapat banyak kecaman dari presiden AS Donald Trump saat kampanye lalu. Ia mengungkapkan bahwa Jeff Bezos memiliki masalah terkait antimonopoli karena banyak menguasai sektor-sektor penting.

Misalnya, untuk online retail, Amazon menjadi salah satu pemain utama bersama Walmart dan Target. Amazon juga masuk dalam bisnis pengiriman yang bersaing dengan FedEx dan DHL. Amazon juga menjajal di sektor studio produksi yang diberi nama Amazon Studios yang dibangun pada 2010 lalu.

Di bagian teknologi voice-enable speakers, Amazon hadir dengan dengan Echo yang bersaing Google Home dan dari segi pengguna data menunjukan bahwa Google Home hanya memiliki 24 persen pengguna sedangkan Echo berhasil menguasai dengan 71 persen pengguna di AS pada 2017 dan masih banyak lagi.

Infografik whole foods

Keberhasilan kesepakatan antara Amazon dan Whole Food ini akan menyumbang sekitar 3,5 persen belanja makanan di Amerika Serikat serta menjadikannya sebagai toko bahan makanan terbesar kelima di negara tersebut, menurut analis di Cowen & Company, John Blackledge.

Meski baru 3,5 persen, para analis mengingatkan bahwa kehadiran Amazon di bisnis makanan ini dapat menjadi ancaman bagi saingannya seperti Walmart, Kroger atau Costco yang menguasai pasar bahan makanan lebih dari seperempat persen serta toko-toko kecil yang juga menjual bahan makanan.

“.... Kini setelah mereka hadir dengan lebih dari 400 toko itu, dalam jangka panjang itu akan memperluas ancaman. Mereka bisa (membawa) tekanan pada harga. Mereka bisa menurunkan harga dan semua orang harus mencocokkan dengan harga mereka atau kehilangan saham,” kata analis ritel makanan di CFRA, Joe Agnese.

Amazon memahami bahwa nilai penting dalam ritel di Amerika Serikat saat ini adalah soal “kenyamanan konsumen.” Oleh sebab itu kombinasi bisnis online serta memiliki toko fisik dengan jumlah hingga ratusan dan tersebar diberbagai wilayah di Amerika Serikat dan terletak di daerah kelas atas menjadi pilihan yang bagus untuk Amazon.

Toko milik Whole Food dapat digunakan Amazon sebagai tempat untuk menjual, gudang atau menjadi tempat distribusi berbagai pesanan. Karena bagaimana pun, masih ada sebagian besar orang yang ingin melihat barang atau produk sebelum membeli.

Di sisi lain, hal itu akan membuat barang-barang yang ditawarkan Amazon menjadi semakin dekat dengan konsumen. Waktu pengiriman pesanan kepada konsumen akan semakin singkat sehingga akan mempersempit jarak Amazon dengan pembeli.

“Saya pikir itu ide bagus. (Konsumen) terbiasa mengirim SMS. Kami terbiasa dengan kepuasan secara instan. Itulah yang kita inginkan. Saya pikir industri sedang mencoba melakukan itu,” kata salah seorang warga New York, Trish Wichmann.

Langkah Amazon ini ternyata mendapat respons positif dari pasar. Pasca-akuisisi Whole Food, saham Amazon naik naik 2,4 persen sedangkan saham Whole Food melonjak 29,1 persen. Bursa saham Amerika Serikat pada perdagangan Jumat (16/6/2017) juga menguat. Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 24,38 poin atau 0,11 persen ke posisi 21.384, sedangkan indeks S&P 500 menguat 0,69 poin atau 0,03 prsen ke posisi 2.433.

Muncul spekulasi jika penguatan itu menjadi bukti bahwa akuisis Amazon itu menekan sektor ritel dan menandai langkah besar para perital online menuju ke sektor ritel konvensional.

Direktur riset untuk teknologi ritel dengan Garther, Robert Hetu mengungkapkan bahwa akuisisi tersebut akan membawa pada fase baru dalam dunia ritel dan berpotensi untuk memunculkan banyak toko hybrid.

“Apa yang kita lihat saat ini adalah evolusi ritel. Ini adalah tembakan yang melintasi haluan,” kata Robert Hetu.

Bagaimana pun toko fisik masih memainkan peran penting meski diserang oleh ribuan toko online yang memberikan kemudahan kepada para pembeli. Tak hanya Amazon yang mulai mengakuisisi toko-toko offline. Sebelumnya pada akhir Mei lalu, Alibaba juga mengakuisisi 18 persen dari jaringan supermarket asal Cina, Lianhua.

Pada Februari lalu Alibaba juga membangun kemitraan stategis dengan grup Bailian yang menjadi pengecer terbesar pertokoan dalam upaya meningkatkan keuntungan dari penjualan. Akuisisi dan kerja sama Alibaba ini dalam upaya untuk memperkuat sektor offline.

“Saat ini kita tak dapat pisahkan antara online dan offline,” kata kepala eksekutif Alibaba, Daniel Zhang, seperti dikutip Financial Time.

Tom Birtwhistle dari PwC juga mengungkapkan hal yang sama yakni toko offline akan tetap ada. Hanya saat ini dibutuhkan sedikit inovasi dengan merangkul teknologi digital ke dalam toko. Alibaba dan perusahaan yang bergerak dalam penjualan online sadar akan hal itu, sehingga Alibaba pada awal 2016 langsung membangun toko fisik pertamanya di Tianjin, Cina. Sedangkan sebelum memiliki ratusan toko fisik dari Whole Food, Amazon sudah memiliki toko fisik Amazon Go di Seattle, Amerika Serikat.

Bagitu pun yang dilakukan Luke Grana pada perusahaannya Grana yang bergerak di bidang fesyen dengan konsep awalnya berupa toko online, tetapi kemudian akhirnya harus membangun toko offline.

“Kami menyadari bahwa kami membutuhkan kehadiran (toko) offline untuk meningkatkan kesadaran merek dan mendorong orang online,” kata Luke Grana. “Dan banyak orang ingin mencoba sebelum mereka membelinya agar ukurannya sesuai.”

Kehadiran e-commerce dengan teknologi yang lebih canggih dan R&D yang kuat tentunya memberikan dorongan lain kepada toko-toko ritel konvensional. Mereka harus berpacu untuk membelanjakan lebih banyak duitnya di bidang teknologi, agar mampu mengimbangi masuknya e-commerce ke bisnis ritel.

Baca juga artikel terkait AMAZON atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Bisnis
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti