tirto.id - Amazon Technologies Inc. akan melebarkan sayapnya ke Indonesia. Kabar itu sudah beredar sejak Juni tahun lalu lewat pernyataan Daniel Tumiwa Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) yang dimuat Kontan.
Pernyataan itu kemudian dikutip beberapa media. Dana senilai $600 juta atau sekitar Rp7,8 triliun akan digelontorkan perusahaan e-commerce asal Amerika itu.
Jika kabar itu benar, Amazon harus berjuang keras untuk mendapatkan hak kepemilikan penuh atas kata Amazon sebagai sebuah merek. Dalam daftar umum merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, ada 62 merek mengandung kata Amazon. Ada yang menggabungkannya dengan kata lain, ada pula yang sama persis susunan hurufnya: Amazon.
Sebanyak 62 merek yang mengandung kata Amazon itu didaftarkan oleh pemilik yang berbeda-beda di kelas yang berbeda pula. Pada daftar merek, ada kelas merek yang digunakan untuk mengklasifikasi jenis merek.
Terdapat 45 kelas dalam klasifikasi merek. Kelas 1 sampai 45 ini melindungi barang dan jasa yang berbeda-beda.
Pemilik merek yang hanya mendaftarkan mereknya pada kelas 9 tak berhak menggunakan merek tersebut untuk produk di kelas 25. Kelas 9 mencakup pesawat dan perkakas ilmu pengetahuan, pelayaran, penelitian, listrik, potret, kinematografi, timbang, ukur, sinyal, hingga media perekam digital. Sempoa, kalkulator, antena, termometer adalah contoh-contoh barang yang masuk dalam klasifikasi ini.
Sedangkan kelas 25 mencakup pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. Jadi, produk-produk fashion dipastikan masuk dalam kelas ini.
Dari penelusuran redaksi Tirto, diketahui bahwa sejak 30 Desember 2013 lalu, Amazon Technologies Inc. telah mendaftarkan merek Amazon di Indonesia. Untuk mengurusi semua persoalan merek di Indonesia, Amazon menunjuk kantor hukum Hadiputranto, Hadinoto & Partners.
Pendaftaran tersebut dilakukan setidaknya pada sembilan kelas yang berbeda, yakni kelas 9, 19, 39, 45, 35, 38, 41, 42 untuk merek Amazon, dan kelas 25 untuk merek Amazon.com. Namun, ada dua permohonan yang terlacak bahwa statusnya tak diterima. Pendaftaran merek Amazon di kelas 9 dinyatakan ditolak, sementara merek Amazon.com di kelas 25 berstatus menunggu tanggapan atas usul penolakan.
Dalam tutorial elektronik yang dipublikasikan DJKI, ada beberapa alasan yang menyebabkan pendaftaran suatu merek ditolak. Merek yang punya kesamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan/atau jasa sejenis tidak akan diterima pendaftarannya.
Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis juga akan ditolak permohonannya. Khusus untuk merek terkenal, meskipun barang atau jasa yang didaftarkan tidak sejenis, juga akan ditolak.
Misal, jika ada produsen jam tangan mendaftarkan merek Honda untuk produknya. Jenis barang memang berbeda, tetapi karena merek Honda sudah terkenal, maka permohonan itu akan ditolak.
Merek yang menyamai atau meniru nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain juga tak bisa diterima, kecuali ada persetujuan tertulis dari yang berhak. Selain menyerupai nama orang terkenal, merek yang menyerupai singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol suatu negara atau lembaga nasional dan internasional juga tak akan diterima jika tak ada persetujuan dan negara atau lembaga tersebut. Bukan hanya nama dan simbol, bahkan tanda atau cap dan stempel resminya pun tak boleh ditiru.
Ditolaknya merek Amazon di kelas 9 dan 25 berarti merek tersebut dianggap memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu.
Pada kelas 25, ada merek Amazone yang terdaftar atas nama Lai Tjin Phin, warga Jakarta Barat. Merek itu sudah tercatat milik Lai Tjin Phin sejak 2010. Pada kelas yang sama, Lai Tjin Phin juga memiliki merek Amasone sejak 2005. Logo pada merek Amasone itu menggunakan huruf Z terbalik, bukan huruf S.
Merek Amazon juga tercatat sebagai milik PT. Agri Makmur Pertiwi pada kelas 31. PT. Kalbe Farma Tbk pun memiliki merek Amazon untuk kelas 5. Di kelas 34, merek Amazon tercatat milik Agus Setiawan. Sedangkan di kelas 13, merek Amazon dimiliki Mohammad Solikin.
Amazon sendiri telah berdiri sejak 1994 di Amerika Serikat. Ia dikenal sebagai salah satu perusahaan e-commerce terbesar di Amerika Serikat. Menurut data Desember 2016, situs amazon.com berada di peringkat 8 dunia. Tentu data itu juga bisa menjadi indikator untuk melihat apakah Amazon merek terkenal atau bukan.
Kalau Amazon masuk ke Indonesia dan ingin memiliki hak penuh atas merek tersebut agar tak ada pihak-pihak yang mendompleng keterkenalannya, maka ia harus melakukan upaya-upaya hukum seperti mengajukan gugatan pembatalan atau penghapusan merek.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Maulida Sri Handayani