tirto.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menyebut keputusan pemerintah yang membatasi aktifitas di media sosial selama aksi 22 Mei sebegai tindakan yang berlebihan.
Juru bicara BPN Andre Rosiade menilai hal itu bertentangan dengan demokrasi. Padahal, kata dia, kebebasan berpendapat termasuk di media sosial adalah bagian dari demokrasi.
"Kemarin ada pernyataan pemerintah akan mengawasi ucapan para tokoh politik, sekarang akses media sosial dibatasi. Menurut saya ini pemerintah panik dan ketakutan hingga demokrasi saja diatur seenak mereka," kata Andre lewat keterangan tertulis, Rabu (22/5/2019).
Andre menegaskan masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya melalui medis sosial. Ia menilai kepanikan yang dituntukan pemerintah memperlihatkan kebobrokan sistem pemerintahan yang dijalankan selama ini.
"Rakyat tidak bodoh merasakan kesenjangan ekonomi, hukum yang tidak adil dan itu semua rakyat lihat," tegasnya.
Pemerintah membatasi pengguna internet sehingga tidak bisa mengirim dan mengunduh foto atau video lewat aplikasi perpesanan instan. Menko Polhukam Wiranto mengatakan hal ini dilakukan untuk menghindari penyebaran hoaks yang dapat menyulut disinformasi dan kerusuhan dalam konteks aksi menentang hasil pemilu 21-22 Mei.
“Semata-mata demi keamanan nasional,” kata Wiranto. Namun, pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap.
Editor: Mufti Sholih