tirto.id - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Yusharto Huntoyungo menyampaikan pemberian akses data warga negara yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke swasta dibatasi pada perjanjian MoU.
"Data yang sudah diperjanjikan dengan lembaga itu [yang bisa diakses]. Tidak semua data bisa diakses. Berdasarkan lembaga, mereka mendapatkan kerja sama dengan dukcapil, iya mendapatkan MoU tentang jenis-jenis yang sudah disepakati," jelas Yusharto kepada reporter saat ditemui di Gedung Ombudsman pada Jumat (26/7/2019).
Saat ditanyakan apakah ada batasan data yang disampaikan, Yusharto mengatakan ada pembatasan. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjutnya batasan-batasan tersebut.
"Selalu ada batasan. Data pribadi, berikut data umum dan data private. Kalau data umum itu, beberapa item datanya dan dari institusi atau lembaga itu bisa dikerjasamakan. Kalau data private tidak boleh sama sekali," jelas Yusharto.
Saat ditanyakan mengenai perbedaan data pribadi dan umum menurut Kemendagri, Yusharto menyampaikan bahwa data pribadi berupa, "bagaimana aib saya, atau gitu gitu".
Kemudian, untuk data umum menurut Kemendagri, berupa, usia, nama, pendidikan, dan sebagainya.
Saat ditanyakan mengenai data orang tua bisa diakses atau tidak, Yusharto menjawab, tergantung perjanjiannya.
Di sisi lain, Dirjen Dukcapil Zudan Arief Fakrullah, menyampaikan terdapatnya sejumlah perusahaan tersebut mendapat 350ribu inquiry per bulan dari dukcapil bukanlah masalah. Data-data tersebut dipakai untuk mevalidasi pelanggan, juga validasi keaslian KTP.
Zudan menilai perangkat hukumnya sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015.
"Setiap lembaga yang memberikan layanan publik dapat diberikan akses data menggunakan data Dukcapil Kemendagri. [Tujuannya] untuk membantu verifikasi data dan mendorong layanan menuju digital. Tidak perlu isi formulir-formulir lagi," kata Zudan kepada reporter Tirto, Senin (22/7/2019).
Zudan mengatakan kerja sama seperti itu sudah dilakukan instansinya sejak 2013. Sampai sekarang, lembaganya sudah bekerja sama dengan 1.227 instansi. Dengan kerja sama ini, katanya, perusahaan tak perlu lagi meminta KTP dan KK calon konsumen. "Cukup tulis NIK saja," terangnya.
Sementara bagi pemerintah, ini membantu pemberantasan identitas palsu. Dengan kata lain, ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.
Di sisi lain, Wahyudi Jafar, Direktur Elsam, organisasi yang fokus di bidang Hak Asasi Manusia, mengatakan idealnya data pribadi tak diberikan pemerintah ke siapa pun, apalagi ke swasta, tanpa persetujuan pemilik identitas.
Masyarakat berhak menentukan apakah mereka mau membagi datanya atau tidak.
Apa yang tertera dalam aturan itu juga tidak cukup. Misalnya, tak ada jaminan swasta benar-benar menggunakan data dari Dukcapil hanya untuk kepentingan yang tertera dalam klausul kesepakatan.
"Bagaimana kewajiban dari si institusi swasta ini, dalam konteks pemanfaatan data ini, sampai mana?" tanya Wahyudi kepada reporter Tirto.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Nur Hidayah Perwitasari