Menuju konten utama

Ajudan Bupati Klaten Sebut Suap Jabatan Sudah Jadi Tradisi

Salah satu saksi di sidang lanjutan kasus korupsi suap promosi jabatan dengan terdakwa Bupati Klaten Nonaktif Sri Hartini mengatakan pemberian duit pelicin terkait kenaikan jabatan di Klaten sudah menjadi tradisi.

Ajudan Bupati Klaten Sebut Suap Jabatan Sudah Jadi Tradisi
Bupati Nonaktif Klaten Sri Hartini yang menjadi terdakwa dalam kasus suap promosi dan mutasi jabatan menjalani sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/5/2017). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

tirto.id - Salah satu saksi di sidang lanjutan kasus korupsi suap promosi jabatan dengan terdakwa Bupati Klaten Nonaktif Sri Hartini mengatakan pemberian duit pelicin terkait kenaikan jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Klaten sudah menjadi kebiasaan dan tradisi.

Kesaksian itu disampaikan oleh mantan ajudan Sri Hartini, Nina Puspitasari dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Semarang pada Senin (5/6/2017) seperti dikutip Antara.

Nina mengatakan suap promosi jabatan di Kabupaten Klaten selama ini dikenal dengan istilah “Uang Syukuran”. Tradisi korup ini juga sejak lama sudah menjadi rahasia umum di Klaten.

Nina menegaskan kebiasaan itu bahkan sudah ada sejak terdakwa Sri Hartini masih menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten pada periode 2010-2015.

"Sudah jadi rahasia umum. Sudah kebiasaan, semua harus pakai uang syukuran," kata Nina dalam persidangan sebagaimana dikutip Antara.

Saat bersaksi di persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Wididjanto tersebut, Nina juga mengaku menerima perintah dari atasannya untuk menangani permintaan para ASN di Klaten apabila ingin mendapatkan promosi jabatan di pos tertentu.

Para pegawai tersebut, menurut Nina, biasanya akan datang menemui dia untuk meminta tolong agar bisa menempati jabatan tertentu di Pemkab Klaten.

Tapi, Nina mengklaim Sri Hartini tidak pernah memerintahkan secara langsung kepada dia untuk menarik uang suap atau menerima duit pelicin dari para ASN yang berharap mendapatkan promosi jabatan di Klaten.

Dia berdalih para ASN di Klaten memberikan duit suap di setiap pengajuan promosi jabatan sebab praktik pelanggaran hukum ini sudah menjadi kebiasaan. Nina bahkan menjelaskan hampir setiap pegawai yang meminta bantuan dia untuk mendapatkan promosi jabatan selalu memberikan sejumlah “Uang Syukuran”.

Adapun besaran “Uang Syukuran” yang disetor oleh setiap ASN di Kabupaten Klaten untuk mendapatkan promosi jabatan, menurut Nina, bervariasi. Nilainya bergantung pada posisi jabatan atau golongan kepegawaian ASN.

Selain itu, dalam penentuan besaran “Uang Syukuran” juga bergantung dengan kategori jabatan ASN, yakni tergolong “basah” atau tidak. Nina mengatakan besaran duit suap promosi jabatan ke pos-pos yang terkenal “basah” akan lebih besar dari lainnya.

"Untuk posisi di Dinas PU dan Bagian Perekonomian, diminta dibedakan besarannya," kata Nina yang kini dimutasi sebagai staf sebuah kantor kecamatan di Klaten itu.

Di persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Sri Hartini menerima suap senilai Rp12 miliar terkait promosi jabatan atau Penataan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di Pemkab Klaten. Dakwaan JPU untuk Sri Hartini ada dua.

Dakwaan pertama, menyebutkan Sri Hartini melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ia didakwa telah menerima duit atau janji senilai Rp2,98 miliar.

Sedangkan di dakwaan kedua, JPU menganggap Sri Hartini melanggar Pasal 12b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sri didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 9,17 miliar. Sebagian duit itu diberikan oleh 148 kepala desa berkaitan dengan pengucuran bantuan keuangan desa di Klaten.

Baca juga artikel terkait JUAL BELI JABATAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom