tirto.id - Sejumlah organisasi jurnalis menyoroti alur pemberitaan terkait kerusuhan yang terjadi di Papua beberapa hari terakhir. Mereka mengajak wartawan agar memberitakan secara objektif dan tidak memicu konflik horizontal di Wamena, Papua.
Direktur Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) Ahmad Junaidi mengajak jurnalis untuk tidak memproduksi pemberitaan rasis dan sektarian dengan tidak menggiring atau mengarahkan fakta yang potensial memperluas konflik. Sejuk khawatir, penggunaan istilah dalam pemberitaan sudah memicu konflik horizontal setelah melihat pemberitaan terkait Wamena beberapa hari terakhir.
"Tidak menggunakan atribusi yang tidak relevan yang berpotensi membuat generalisasi seperti penggunaan kata 'pendatang' terhadap jumlah korban di Papua," ujarnya melalui pesan tertulis, Minggu (29/9/2019).
Ahmad meminta jurnalis untuk tidak menyebar prasangka yang merendahkan suatu kelompok. Ia juga mengajak jurnalis untuk tidak menampilkan gambar, audio, visual dan grafis yang sensasional seperti visual tentang darah, jenazah, dan bentuk kekejian lainnya. Ia pun mengimbau para jurnalis untuk memberitakan secara berimbang.
"Terus mendasarkan pemberitaan pada prinsip disiplin verifikasi, dengan pemilihan diksi yang adil, dengan tidak menggunakan istilah yang mendorong dan meneruskan ujaran kebencian," ujarnya.
Di sisi lain, Sejuk mendesak pemerintah agar segera membuka akses informasi bagi masyarakat luas, serta memberi jaminan terhadap kebebasan ekspresi untuk jurnalis dan aktivis HAM.
Ia juga meminta pemerintah untuk bertindak tegas kepada para pelaku rasisme. Serta mendorong upaya perdamaian dengan pengutamaan dialog dan penghentian pendekatan keamanan yang berlebihan.
"Mengingat rasisme adalah sebuah kejahatan serius yang sudah diatur dalam UU 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis," tutupnya.
Hal senada juga diungkapkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura. AJI Jayapura ikut berduka cita dan mengutuk insiden yang merenggut 33 nyawa, 76 orang luka-luka, dan ribuan orang mengungsi. AJI Jayapura meminta jurnalis untuk berhati-hati menulis dan menentukan narasi yang tepat dalam konflik Wamena.
"AJI Kota Jayapura mengimbau pada teman-teman jurnalis yang berada di lapangan untuk menjaga diri dan berhati-hati dalam melakukan penulisan berita. Kemudian yang terpenting adalah jurnalis menerapkan jurnalisme damai, dengan memilih narasi yang tepat untuk menyikapi konflik di Wamena," kata Ketua AJI Kota Jayapura, Lucky Ireeuw dalam keterangant tertulis yang dierima Tirto, Minggu (29/9/2019).
AJI Jayapura mengimbau wartawan mengedepankan prinsip jurnalisme damai dan berdasarkan fakta. AJI juga mengajak para jurnalis untuk tidak memfoto atau memvideokan konten berbau sadisme dan publikasi kekerasan anak. Ia pun meminta jurnalis untuk tidak menimbulkan konflik horizontal.
"Tidak menulis berdasar prasangka atau diskriminasi antara penduduk lokal dengan pendatang," kata Ireeuw.
Di sisi lain, AJI Jayapura mendesak pemerintah dan aparat untuk pro-aktif menyebarkan perdamaian dengan melibatkan masyarakat adat dan pemuka agama untuk menenangkan warga. Ia juga mengimbau aparat tidak melakukan intimidasi saat peliputan. AJI juga meminta agar pemerintah terbuka demi menghilangkan hoax.
"Meminta pemerintah untuk membuka akses informasi di Wamena dan terus menginformasikan kondisi terkini, agar informasi bohong atau hoax tidak berkembang, yang justru akan memperkeruh suasana," kata Ireeuw.
Kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya telah mengakibatkan 26 korban tewas dan 66 korban luka-luka yang masih dirawat di rumah sakit.
Kericuhan terjadi saat pembubaran demonstrasi pelajar dan warga di Wamena oleh aparat gabungan TNI-Polri. Puluhan orang dikabarkan meninggal akibat insiden naas tersebut.
"Hingga pukul 12.00 WIB hari ini, ada 26 orang tewas, yaitu 22 masyarakat pendatang tewas karena luka bacok, akibat rumah atau rukonya dibakar, ada yang dibacok, dipanah. Sedangkan 4 orang asli Papua tewas, 66 orang luka," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/9/2019).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Andrian Pratama Taher