tirto.id - Narasi-narasi kecurangan pada Pemilu 2019 terus disuarakan kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, termasuk para pendukungnya. Tak jarang narasi kecurangan ini disuarakan dengan cara provokatif, seperti yang dilakukan politikus Partai Berkarya, Djoko Edhi Abdurrahman.
Dalam video yang diunggah akun Twitter @Mey_MenieJT pada Kamis, 25 April 2019, terlihat Djoko dalam sebuah diskusi mengajak untuk tak mempercayai hasil Pemilu 2019. Video ini kemudian viral di media sosial karena pernyataan Djoko Edhi dinilai provokatif.
“Kecurangan ini berlanjut sampai ke hitung manual. Kita akan dikalahkan. Sehingga sikap saya yang saya anjurkan, tolak seluruh pemilu. Nah, saatnya kita harus sudah pasang badan. Bahwa ada yang mati, jelas, mungkin 100-200 orang. Tapi kita mempertahankan yang benar. Saya enggak dapat apa-apa dari sini. Enggak ada masalah, asal apa ini, si Jokodok turun,” kata Edhi dalam cuplikan video berdurasi 45 detik itu.
Saat dihubungi reporter Tirto, Djoko Edhi yang juga mantan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan kembali soal banyaknya kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2019. Ia bahkan menyematkan kecurangan itu tak hanya terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), tetapi juga terjadi secara brutal.
“Tambahkan satu lagi B yakni brutal. Jadi TSM-B," jelas Djoko Edi saat dikonfirmasi ulang reporter Tirto, pada Sabtu (27/4/2019).
Djoko mengaku tak merasa takut menghadapi Jokowi dan kubunya terkait video yang memuat konten provokasi itu. Keberanian ini pun ia ungkapkan dengan menyebut Jokowi sebagai 'Jokodok'. Selain itu, ia juga mengklaim jagoannya, yaitu Prabowo-Sandiaga menang pada Pilpres 2019.
“Kalau takut, masih urusan panggung, sekarang sudah enggak ada, sudah hilang, semua relawan enggak takut, coba saja. Urusan takut enggak ada lah, kami menang kok, apa urusannya,” kata Djoko menegaskan.
Djoko bahkan mengklaim seluruh relawan pendukung Prabowo-Sandiaga siap menghadapi kekisruhan sebagai buntut dari ketidakpercayaan mereka terhadap hasil Pemilu 2019 ini.
“Anarkisme itu nanti akan terjadi sebagai risiko, pasti itu terjadi risiko dari riot [kerusuhan], kemudian ada mati 200 orang, ya biasa itu. Reformasi 98 lebih banyak yang mati, ribuan, yang dipenjara juga banyak,” kata Djoko Edhi.
Hal senada diungkapkan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade. Ia mengatakan kecurangan pada Pemilu 2019 harus diungkap sehingga pihaknya tak akan berhenti untuk terus mengingatkan berbagai kecurangan-kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2019 ini.
"Kami fokus untuk mendorong mengungkap seluas-luasnya kecurangan ini," ucap Andre saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.
Terkait narasi-narasi kecurangan yang bernada provokatif, Andre berdalih ini merupakan upaya agar pengawas Pemilu yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mau segera mengungkap dan membuktikan kecurangan-kecurangan yang disampaikan kubu BPN Prabowo-Sandi.
Menurut Andre, upaya mendorong kerja Bawaslu mengungkap kecurangan ini juga disuarakan dengan wacana pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF).
“Bawaslu itu, kan, macan kertas, semua yang kami dorong akan berhenti di Sentra Gakumdu sehingga kami dorong dengan bentuk TPF untuk bantu Bawaslu," kata Andre.
Sebaliknya, guna melawan narasi-narasi kecurangan dari kubu Prabowo-Sandiaga, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf akan melawannya dengan mengumumkan kecurangan-kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2019 ini yang dilakukan kubu 02.
Kecurangan-kecurangan itu, kata Direktur Advokasi dan Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan, dilakukan kubu Prabowo-Sandi dari tingkat TPS hingga rekapitulasi di tingkat kecamatan.
“Nanti akan kami rilis ke media, sesungguhnya kecurangan itu juga dilakukan oleh pihak 02 dan menguntungkan 02, jadi selama ini mereka menarasikan kecurangan itu seperti maling teriak maling,” kata Ade Irfan, di Media Center TKN Jokowi-Ma'ruf, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).
Irfan mengatakan pihaknya akan menguatkan dugaan sejumlah kecurangan itu dengan data-data, bukan hanya narasi saja. Sebab, kata Irfan, narasi kecurangan yang bersifat provokatif yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi disampaikan tanpa adanya data-data dan bukti adanya kecurangan.
“Jangan asal disampaikan lewat video lalu viral lalu bilang ini curang. Mereka lagi upaya melakukan hoaks berjamaah, semua omong berbagai latar belakang, coba tanya curanngnya dimana? ya curang dulu pokoknya," ungkap Irfan.
Irfan menambahkan “jadi setoplah membuat kegaduhan, mereka hanya membuat framing negatif bahwa pemilu ini ada kecurangan-kecurangan.”
Respons KPU
Narasi-narasi kecurangan ini membuat gusar Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman. Ia bahkan menilai terlalu dini bila ada pihak-pihak yang menyimpulkan adanya kecurangan Pemilu 2019. Sebab, saat ini tahapan pemilu masih terus berjalan, bahkan proses rekapitulasi belum selesai.
“Menyimpulkan bahwa Pemilu 2019 gagal, Pemilu 2019 curang, menurut saya terlalu dini," kata Arief.
Menurut Arief pelaksanaan Pemilu 2019 berjalan transparan. Masyarakat maupun peserta pemilu bisa memantau proses pemungutan, penghitungan, hingga rekapitulasi suara. Arief juga mengklaim, partisipasi masyarakat pada Pemilu 2019 ini juga tergolong tinggi.
KPU, lanjut Arief, belum berani mengungkapkan evaluasi dari digelarnya pemilu serentak kali ini. Pihaknya masih akan fokus menyelesaikan tahapan pemilu ini.
“Jadi silakan menyimpulkan apakah ini gagal atau apakah ini curang, nanti setelah seluruh proses selesai mari kita evaluasi sama-sama,” tegas Arief.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menganggap narasi-narasi kecurangan yang bersifat provokatif wajar dilakukan kubu Prabowo-Sandi yang saat ini berposisi sebagai lawan sekaligus oposisi pemerintahan.
Narasi-narasi itu, kata Ujang, tidak akan berhenti hingga pengumuman hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019 dilakukan pada 22 Mei 2019 nanti.
“Tetap saja narasi kecurangan tersebut tak akan berhenti. Harusnya jika ada kecurangan-kecurangan, silakan laporkan ke yang berwenang," ucap Ujang kepada reporter Tirto.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz