tirto.id -
Sekretaris Jenderal AIPGI Cucu Sutara pun mendesak pemerintah segera mengimpor sisa kuota garam. Menurut data Kementerian Perdagangan, hingga 15 Agustus lalu, realisasi impor garam baru mencapai 1,53 juta ton dari rencana impor tahun ini sebesar 2,7 juta ton.
Artinya, masih terdapat kekurangan sekitar 1,2 juta ton garam impor. Sementara itu, Cucu menjelaskan bahwa stok garam impor yang tersisa di dalam negeri sudah mencapai 77 ribu ton dan bakal akan habis pada September mendatang.
Bahkan, produksi salah satu pabrik disebut mulai terganggu dan terpaksa berhenti beroperasi. "PT Cheetam Garam Indonesia sudah merumahkan 180 orang karyawan karena sudah habis bahan baku," kata Cucu di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, kemarin (20/8/2019).
PT Cheetam merupakan pemasok garam untuk industri aneka pangan, seperti Unilever, Ajinomoto, Wingsfood, dan lainnya. Kebutuhan garam impor oleh industri ini ditaksir sebesar 500-560 ribu ton per tahun.
Cucu menerangkan, kebutuhan industri garam belum bisa dipenuhi dari garam lokal lantaran belum bisa memenuhi syarat kebutuhan industri, seperti kandungan natrium klorida (NaCl) magnesium, dan kalsium.
Penyebab tak kunjung terlaksananya kuota sisa importasi garam adalah belum adanya rekomendasi dari kementerian teknis.
Selain industri aneka pangan, impor garam juga banyak digunakan untuk industri Chlor Alkali Plant (CAP), industri kertas, dan industri kimia.
Industri CAP kerap melakukan ekspansi besar untuk kebutuhan polyvinyl chloride (PVC). Oleh karena itu, penyerapan garam impor oleh satu perusahaan CAP cukup besar yakni bisa mencapai 800 ribu ton per tahun.
"Sekarang kebutuhan [impor garam] mereka bisa mencapai 2,2 juta ton karena ekspansi pabrik," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri