Menuju konten utama

Ahok Tergusur di Rusun Jatinegara Barat dan Rawa Bebek

"Yang pasti kami enggak nyoblos Ahok. Masak milih orang yang sudah gusur kami," kata Mita, korban penggusuran.

Ahok Tergusur di Rusun Jatinegara Barat dan Rawa Bebek
Kawasan Rusunawa Rawa Bebek. Tirto.id/Dieqy

tirto.id - Siang tanggal 15 Februari, matahari serasa hanya sejengkal di atas kepala. Mita berteduh di ujung TPS 16, yang terletak di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dia belum bisa masuk ke tempat pencoblosan karena ada keruwetan pendaftaran. Di pintu masuk, tampak beberapa orang pemilih berdebat keras dengan petugas.

Keributan terjadi karena ada beberapa masalah komunikasi. Misal: banyak pemilih tak tahu kalau pemilih tambahan harus membawa Kartu Keluarga asli. Banyak yang putar balik karena hanya membawa foto kopi KK. Lalu ada pula yang masih menggunakan KTP lama, bukan versi elektronik. Sebagian lain ngotot masuk padahal waktu pencoblosan sudah hampir selesai, tapi antrian masih panjang.

Melihat keruwetan itu, Mita memilih meneduh. Dia sesekali menyeka keringat. Anak perempuannya duduk di pangkuan. Mita adalah penghuni lama Kampung Akuarium, Penjaringan. Perempuan berkerudung ini sudah tinggal di sana selama 30 tahun. Ibunya malah lebih lama lagi.

Mita seperti punya kesumat terhadap Basuki Tjahaha Purnama, Gubernur DKI Jakarta yang menggusur kampungnya. Karena itu semua warga tercerai-berai. Ada yang ditempatkan di rusunawa Marunda, ada yang dipindah ke Cilincing, ada juga yang di Rawa Bebek. Tapi sekitar 150 warga balik kucing ke kampung Akuarium, mendirikan bangunan semi permanen.

"Pada jauh-jauh. Saya ogah ke sana, akhirnya milih pindah ke Bekasi," katanya.

Siang itu, Mita jauh-jauh datang dari Bekasi hanya untuk mencoblos. Pilihannya jelas: bukan Ahok. Dia dengan malu-malu mengatakan akan memilih Anies-Sandiaga. Anies, calon gubernur nomor urut 3 ini memang sempat beberapa kali datang ke Kampung Akuarium. Di sana ia menjanjikan akan membangun kembali kampung dengan sejarah puluhan tahun itu. Kampanye Anies yang simpatik membawa hasil. Banyak warga yang tanpa ragu memilihnya. Selain Mita, ada pula Sampra, mantan tetangga Mita.

Sama seperti Mita, Sampra juga sudah puluhan tahun tinggal di Kampung Akuarium. Pria kelahiran Sulawesi Selatan ini mengancungkan tiga jari saat ditanya siapa jagoannya.

"Yang pasti kami enggak nyoblos Ahok. Masak milih orang yang sudah gusur kami," kata Mita. "Ahok bakalan susah menang di sini."

Ada dua TPS di Penjaringan. Di TPS 16 ada 502 pemilih terdaftar ditambah dengan 62 pemilih tambahan, dan hanya 416 orang yang menggunakan hak pilih. Hanya terletak sepelemparan batu dari sana, ada TPS 17 dengan 422 pemilih dengan 33 pemilih tambahan, dan hanya 320 orang yang memilih. Dua TPS ini menjadikan Anies-Sandi sebagai pemenang.

Di TPS 16, Anies-Sandiaga mendapatkan 271 suara, Ahok-Djarot meraup 114 suara, dan Agus-Sylvi dapat 31 suara. Sedangkan di TPS 17, pasangan nomor urut 3 mendapatkan 249 suara, Ahok-Djarot hanya meraih 54 suara, dan Agus-Sylvi mendapat 16 suara dan satu suara tak sah.

Misi Mita akhirnya tercapai. Ahok tak berjaya di kampung yang dulu pernah digusurnya.

Kalah di Jatinegara Barat dan Rawa Bebek, Menang di Marunda

Sejak mengambil alih tampuk pimpinan dari tangan Jokowi yang menjadi Presiden, ada beberapa kasus penggusuran yang dilakukan oleh Ahok. Salah satu yang terbesar adalah penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur. Sempat terjadi sejumlah bentrokan sengit antara warga yang memilih untuk bertahan, melawan Saptol PP dan kepolisian. Namun, akhirnya warga Kampung Pulo terpaksa menyerah. Kampung mereka rata dengan tanah, dan warganya dipindahkan ke Rusun Jatinegara Barat, tak jauh dari kampung mereka.

Ada 520 unit rusun di sini, terbagi dalam menara A dan B. Untuk pemilihan, disediakan dua TPS, yakni TPS 33 untuk warga menara A, dan TPS 34 untuk penghuni menara B. Ada 742 pemilih di TPS 33, dan 737 pemilih di TPS 34. Dua-duanya berada di lantai dasar yang sering digunakan warga sebagai tempat berkumpul. Di lantai dasar ini, suasananya menyenangkan. Teduh dan banyak angin. Kalau duduk dalam waktu lama, bisa mengeringkan keringat, bahkan bisa bikin mengantuk. Sesekali lewat petugas kebersihan yang mengangkut sampah.

Sejak pukul 7 pagi, warga sudah antusias mendatangi TPS dan mengantri masuk. Yang ibu-ibu tampak tidak terlalu tergesa. Beberapa orang ibu hanya duduk di tangga pintu masuk rusun sembari mengobrol dan menjaga anak yang sedang bermain. Sebagian tampak baru datang dari pasar.

"Nanti ajalah nyoblosnya, setelah bersihin rumah dan masak," kata salah seorang dari mereka.

Dari pengeras suara, terdengar suara Sanuani, ketua TPS 34, mengimbau warga untuk menggunakan hak pilihnya. Sesekali pria dengan kacamata yang ditumpukan ke hidung itu mengajarkan tata cara terkait teknis pemilihan.

"Pencoblosan hanya sah pakai paku. Tidak boleh pakai pensil, apalagi pakai rokok ya."

Sama seperti warga Kampung Akuarium yang enggan memenangkan Ahok, banyak warga yang mengatakan akan memilih antara dua orang: Agus dan Anies. Ahok sudah punya cela besar bagi mereka: meratakan kampung yang dihuni sejak puluhan tahun lalu. Coreng moreng itu yang membuat banyak warga merasa enggan memilih Ahok.

Benar saja. Saat penghitungan usai, Ahok berada di posisi buncit di dua TPS ini. Di TPS 33, pemenangnya adalah Anies-Sandi yang meraih 323 suara. Lalu pasangan Agus-Sylvi meraih 205 suara. Ahok-Djarot hanya mendapat 50 suara. Sedangkan di TPS 34, Anies-Sandi kembali unggul dengan perolehan 348 suara, lalu Agus-Sylvi meraih 198 suara, dan Ahok-Djarot mendapat 46 suara.

Hal yang sama juga terjadi di rusun Rawa Bebek, Pulo Gebang, Jakarta Timur. Rusun ini menampung korban penggusuran dari Bukit Duri, Jakarta Timur. Ada dua TPS di rusun ini, yakni TPS 140 dan 141. Dari dua TPS itu, daftar pemilih adalah 710 orang. Namun hanya 610 yang melakukan pencoblosan. Jumlah ini memang terlampau sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penghuni rusun yang mencapai 2.448 jiwa. Kendalanya memang ada di sengkarut KTP dan pendataan. Hingga pukul 2 siang, panitia pemilihan masih menerima pendaftaran dan berkeliling dari pintu ke pintu. Namun, usaha itu tak banyak mendongkrak jumlah pemilih.

Di rusun ini, lagi-lagi Ahok tumbang. Di TPS 140, Anies-Sandiaga jadi juara dengan menangguk 148 suara. Sedangkan Agus-Sylvi meraih 124 suara, diikuti Ahok-Djarot yang hanya kebagian 80 suara. Sedangkan di TPS 141, Anies-Sandiaga mendapat 171 suara, diikuti oleh Ahok-Djarot yang mendapat 48 suara, dan Agus-Sylvi meraih 39 suara.

Aris Wibowo, Koordinator Saksi dari pihak Anies-Sandiaga masih tak percaya Paslon yang didukungnya menang. Aris membawahi 10 TPS di Pulo Gebang. Sebelumnya dia sempat melakukan surivei sebanyak 5 kali di rusun Rawa Bebek.

"Di sini belum pernah ada kampanye. Makanya kaget juga tadi," ungkapnya saat berbincang dengan wartawan Tirto.

Hasil berbeda terjadi di rusun Marunda, Jakarta Utara. Rusun ini dihuni oleh bekas warga gusuran dari Rawajati, Jakarta Selatan. Berbeda dengan rusun-rusun lain, Ahok-Djarot berjaya di tempat ini. Dari total 8 TPS, pasangan nomor 2 ini menang di 6 TPS, yakni di TPS 32 hingga 37. Suara paling besar diraup di TPS 35. Dari total 563 suara sah, Ahok-Djarot berhasil mendapat 332 suara, sedangkan Anies-Sandi mendapat 149 suara, dan Agus-Sylvi hanya mendapat 82 suara.

Meski demikian, sempat terjadi kericuhan di rusun Marunda yang diawali adu mulut antara warga penghuni rusun dengan satpam TPS dan Panwaslu.

"Saya sudah ke TPS 36, katanya di sana surat suara habis. Lalu disuruh ke TPS 35, sampai di sana habis juga dan disuruh ke 36. Capek kami diping-pong. Enggak ada kejelasan dari KKPS," keluh Muji, penghuni Blok 8 B.

INFOGRAFIK HL Rusun Demografi warga gusuran

Muji bolak-balik antara dua rusun dengan kondisi kaki terpincang-pincang. Dia baru saja mengalami kecelakaan motor. Jarak antara TPS 35 dan 36 sekitar 100 meter. Tak hanya Muji yang tak bisa mencoblos, ada ratusan orang lain yang mengalami nasib sama. Hingga pukul 2 siang, keributan masih terjadi, hingga membuat panitia mendatangkan pengamanan tambahan berupa satu orang personel TNI.

Melihat beberapa kekalahan telak di TPS tempat warga yang digusur Ahok, mau tak mau kita bisa melihat benang merah yang sama: penolakan terhadap penggusur. Penguasa memang bisa bersikap tangan besi, tapi warga punya cara tersendiri untuk membalasnya: tak memilihnya lagi.

Cara lain tentu melalui jalur hukum, seperti yang dilakukan oleh warga Bukit Duri. Tuntutan mereka terhadap Pemprov DKI berbuah kemenangan. Hakim PTUN membatalkan SP 1, 2, dan 3 karena dianggap melanggar undang-undang. Padahal penggusuran sudah terlanjur dilakukan. Hakim PTUN kemudian memvonis pemprov wajib membayar ganti rugi kepada warga.

Kekalahan Ahok di beberapa rusun ini juga menggugurkan klaim banyak pihak bahwa hidup di rusun lebih bahagia ketimbang di kampung yang digusur. Kalau mereka bahagia, pasti mereka akan memenangkan Ahok. Nyatanya tidak. Masih ada masalah lain yang kemudian membuat hidup di rusun jadi tidak menyenangkan. Ahok perlu berkaca dari suara yang didapatnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Politik
Reporter: Nuran Wibisono, Dieqy Hasbi Widhana & Reja Hidayat
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani