Menuju konten utama

Ahok Kutip Al Maidah Konteksnya Agar Program Kerapu Jalan

Saksi ahli bahasa dari Universitas Atma Jaya Bambang Kaswanti Purwo menilai konteks Ahok mengutip surat Al Maidah 51 itu berkaitan untuk mendukung program budidaya ikan kerapu di Kepulauan Seribu.

Ahok Kutip Al Maidah Konteksnya Agar Program Kerapu Jalan
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kedua kiri) berbincang dengan penasehat hukumnya saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Saksi ahli bahasa dari Universitas Atma Jaya Jakarta Bambang Kaswanti dicecar tentang alasan Basuki Tjahaja Purnama menyinggung Al Maidah dalam pidato di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Bambang menilai, pernyataan Ahok hanya berkaitan untuk mendukung program budidaya ikan kerapu di Kepulauan Seribu.

Ia menambahkan, konteks pengutipan Al Maidah 51 hanya sebagai alat untuk meyakinkan publik kalau programnya tetap berjalan walau tidak maju Pilkada. Ia menggunakan Al Maidah 51 sebagai contoh dirinya gagal terpilih dalam Pilkada Bangka Belitung tahun 2007, programnya gagal berlanjut.

Pencecaran diawali saat ahli membahas mengenai jumlah kata yang digunakan dalam video selama 1 jam 48 menit. Bambang menuturkan, ada sekitar 2780 kata yang digunakan dalam dialog tersebut. Dalam temuan tersebut, dirinya mayoritas menemukan kata-kata tentang program.

“Al Maidah 1 kali, dibohongi 1 kali. Program banyak sekali. Berkaitan program, kata-kata itu banyak di situ,” kata Bambang di Auditorium Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).

Bambang pun membahas lebih lanjut tentang motif dari analisis kalimat. Ia menuturkan, bahasa Ahok hanya berfokus pada bagaimana program tersebut berjalan. Pernyataan Al Maidah pun dinilai hanya sebagai bentuk meyakinkan publik bahwa program tersebut berjalan. Hakim pun langsung menanyakan tentang kutipan Al-Maidah dalam pernyataan Ahok.

"Dengan adanya perbandingan kata yang ahli sebutkan, tapi cuma ada beberapa kata yang disimpulkan? Kenapa menyinggung Al-Maidah?," tanya hakim.

Bambang menjelaskan, Ahok menyinggung surat Al Maidah karena pengalaman mantan Anggota DPR itu dalam Pilkada Bangka Belitung 2007. Kala itu, Ahok kalah akibat banyak selebaran yang mencatut surat Al Maidah sebagai imbauan larangan memilih pemimpin nonmuslim. Pernyataan Ahok di Pulau Seribu adalah untuk menjamin warga kalau program budidaya ikan kerapu tetap berjalan tanpa perlu khawatir dirinya tidak menjabat kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017-2022.

"Sumbernya kekhawatiran dalam rangka Pilkada program tidak akan jalan. Yang penting program jalan, itu intinya. Al-Maidah dia cerita pengalaman, mengapa ada kemungkinan saya tidak terpilih karena ada pengalaman tersebut," jelas Bambang.

Hakim kemudian kembali menyinggung kenapa Ahok menyinggung surat Al Maidah jika dianggap tidak penting sebagai bagian pidatonya.

"Kenapa diungkapkan kalau tidak penting?," tanya hakim.

"Karena berkaitan dengan pengalaman pembicara," jawab Bambang.

Hakim lalu melanjutkan dengan bertanya mengenai kata 'Ya kan' dalam paragraf dimana Ahok menyinggung Al-Maidah. Bambang menjelaskan bahwa kata itu memiliki arti meminta konfirmasi dari pendengar, dalam hal ini warga Pulau Pramuka yang saat itu hadir.

"Kata 'Ya kan', itu artinya meminta konfirmasi dari pendengar dan mereka tidak marah," tandas Bambang.

Hal senada juga disampaikan saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan kepada Bambang, Jaksa mencecar maksud dari kemunculan kata-kata Ahok tentang meminta pendapat tentang pernyataan Al-Maidah penting atau tidak. Saat itu, Bambang menilai pernyataan Al-Maidah dinilai sebagai pernyataan tidak penting karena diujarkan dengan nada rendah. Jaksa pun menanyakan secara detil apakah pernyataan pembagian selebaran benar atau tidak.

“Fakta pembicara jadi calon ada selebaran. Menurut ahli, mengenai itu bahwa pembicara mengatakan penggunaan selebaran tidak benar?,” tanya Jaksa kepada Bambang.

Tanpa ragu-ragu, Bambang menegaskan kalau pernyataan Ahok memuat fakta. Dengan demikian, maksud Ahok menyinggung tidak berasal dari pendapat. Ia menyinggung Al Maidah karena Ahok ingin menceritakan tentang pengalaman di masa lalu sehingga pernyataan tersebut sebagai fakta.

“Ini bukan pendapat dia pribadi. Ini mengenai fakta-fakta,” kata Bambang.

“Bukan pendapat si pembicara. Itu fakta. Dia tidak mau posisi membenarkan atau menyalahkan,” tegas Bambang.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri