Menuju konten utama

Ahli Hukum UI Yakin MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Titi Anggraini menyakini MK akan profesional, proporsional, & konsisten pada keberadaannya sebagai penjaga konstitusi & demokrasi dalam membuat keputusan

Ahli Hukum UI Yakin MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (kedua kiri) dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri), Daniel Yusmic P. Foekh (kedua kanan), M. Guntur Hamzah (kanan) memimpin jalannya sidang putusan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/9/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

tirto.id - Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan perkara batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). MK sendiri menjadwalkan putusan perkara itu, Senin (16/10/2023).

Titi menyakini MK akan profesional, proporsional, dan konsisten pada keberadaannya sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi dalam membuat keputusan.

Dia mengatakan jika MK konsisten dengan ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 serta Putusan Nomor 15/PUU-V/2007 dan Putusan No.58/PUU-XVII/2019, maka tak sulit menebak arah putusan MK.

"Pasti amar putusannya adalah menolak permohonan soal usia ini," kata Titi kepada reporter Tirto, Jumat (13/10/2023).

Titi memahami jika MK melakukan terobosan memutus persyaratan usia capres dan cawapres dapat disimpangi bagi yang pernah menjadi kepala daerah. Mengingat jabatan tersebut, lanjut dia, rumpun eksekutif yang sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, selama ini kepala daerah jadi sumber rekrutmen kepemimpinan nasional.

Namun, lanjut Titi, pengecualian tersebut hanya untuk yang pernah menjadi gubernur, tidak bagi bupati/walikota.

"Pengecualian harus diberikan kepada jabatan dengan pengalaman yang terukur dan relevan untuk promosi ke level kepemimpinan nasional," ucap Titi.

Lebih lanjut, Titi mengatakan di tengah eksesifnya yudisialisasi politik saat ini, tantangan besar bagi MK untuk tidak terjebak pada politisasi yudisial.

Dia mengatakan dengan tidak dibukanya keran revisi UU Pemilu, pihak-pihak berkepentingan menggunakan MK untuk mencari solusi bagi pengaturan pemilu yang mereka anggap lebih memberikan keadilan.

Dampaknya, jelas dia, MK didorong untuk terus melakukan aktivisme yudisial dengan dalih untuk menghadirkan pengaturan pemilu yang bebas, adil, demokratis, dan konstitusional.

Titi mengatakan kondisi itu rentan membawa MK tergelincir dan malah bisa-bisa mengambil alih peran pembentuk undang-undang. Oleh karena itu, lanjut Titi, dibutuhkan kemampuan untuk menahan diri agar MK tetap berada pada koridornya.

"[Maka] Disitulah letak kenegarawanan Hakim MK diuji ketangguhannya melalui permohonan uji materi yang berkaitan dengan syarat usia calon di pilpres ini," jelas Titi.

Titi juga mengatakan dalam jangka panjang, peran MK yang sangat besar dan krusial dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilu dan pilkada 2024, perlu benar-benar menjaga kredibilitasnya dalam pengujian syarat usia ini.

Titi mengingatkan pertimbangan hukum MK sebagai penopang putusan haruslah dibuat sangat kuat dan argumentatif. "Sebab hal itulah yang akan menjadi penilaian publik apakah MK betul-betul berpijak pada konstitusi dan demokrasi, atau sebaliknya," kata Titi Anggraini.

Baca juga artikel terkait MAHKAMAH KONSTITUSI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat