tirto.id - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho menyebut adanya temuan maladministrasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini di DKI Jakarta. Hal tersebut terkait dengan tidak diterbitkannya petunjuk teknis PPDB berupa Peraturan Gubernur yang mengacu pada Permendikbud baru.
Akibatnya, acuan yang digunakan dalam penerimaan siswa masih menggunakan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 133 Tahun 2015 tentang PPDB yang tidak memuat beberapa ketentuan baru dari Kemendikbud.
"Seharusnya Pemprov mengacu ke aturan terbaru yaitu Permendikbud nomor 14 tahun 2018. Tapi dalam PPDB kemarin peraturan turunannya tidak dibuat, Pergubnya tidak ada, kemudian juknis di dinasnya juga pakai yang lama,” ujar Teguh saat dihubungi Tirto, Senin (20/8/2018).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ia sebut berisi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan atau Bentuk Lain yang sederajat.
Dalam peraturan lama yang dipakai Dinas Pendidikan DKI, kuota siswa baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu hanya 5 persen. Padahal, dalam Pasal 19 Permendikbud Nomor 14/2018, kuota untuk mereka paling sedikit 20 persen dari jumlah seluruh murid baru yang diterima.
Bunyinya adalah: "SMA/SMK atau bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi wajib menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima."
Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, kata Teguh, "maka dapat dikatakan bahwa terjadi pengabaian hukum dalam pelaksanaan PPDB di DKI."
"Kami akan kirimkan LHP-nya ke Pemprov. Nanti lah kita lihat waktunya yang tepat," imbuh Teguh.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari