tirto.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan dalam RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka) "tidak ada kepastian kerja, kepastian jaminan sosial, dan kepastian pendapatan." Hal ini menurutnya disebabkan karena dalam peraturan itu sistem kerja kontrak dan outsourcing legal diterapkan di semua lini, termasuk di pekerjaan utama perusahaan (core business).
KSPI, seperti banyak serikat lain, menyatakan menolak peraturan dari pemerintah yang kini tengah dibahas DPR tersebut.
Di Ballroom Hotel Mega Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (16/2/2020), Iqbal bilang selain soal kontrak dan outsourcing, ada delapan alasan lain kenapa mereka menolak peraturan ini.
Alasan lain karena RUU Cilaka ini menghilangkan upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral dengan hanya menyisakan upah minimum provinsi (UMP).
"Kalau di Jawa Barat standar upah provinsinya Rp1,8 juta/bulan, gimana dengan upah pekerja di Karawang dan Bekasi yang sudah Rp4,2 juta- Rp4,4 juta? Masak turun upah mereka?" katanya.
Alasan ketiga, RUU Cilaka ini menurunkan angka pesangon. Iqbal bilang, pekerja seharusnya bisa mendapatkan 34 kali gaji jika alasan PHK adalah kesalahan perusahaan. Dalam di peraturan baru, kewajiban perusahaan hanya 17 kali gaji. "Seharusnya bisa lebih," katanya menegaskan.
Keempat, KSPI menolak RUU Cilaka karena peraturan ini memungkinkan pekerja diupah perjam. Menurutnya jika aturan itu diterapkan, buruh akan semakin dieksploitasi.
Kelima, adanya potensi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) kasar. "Pakai izin menteri saja masuk TKA Cina di proyek Meikarta. Ketahuan gara-gara Corona. Kalau itu dihapus, semakin mudah TKA buruh kasar masuk," kata dia.
KSPI juga memprotes poin mengenai ketentuan PHK yang menurutnya dipermudah.
Ketujuh, berkurangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, seperti jaminan kesehatan dan jaminan pensiun. Kedelapan, "[di] UU 13/2003, 2 hari haid upah dibayar. Yang keluarga nikah, orangtua meninggal, libur 1 hari tidak dipotong gaji. Di omnibus law tidak dibayar," kata dia.
Terakhir soal sanksi pidana yang, kata dia, dihilangkan. Menurutnya, belum ada pasal yang menyebutkan bahwa pengusaha akan mendapat sanksi apabila telat membayar upah maupun tak memberi pesangon.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino