Menuju konten utama

70 Persen Pemilih di Papua Belum Punya E-KTP Jelang Pilkada 2018

KPU telah mendesak agar masyarakat Papua segera melakukan proses perekaman e-KTP memasuki proses Pilkada Serentak 2018.

70 Persen Pemilih di Papua Belum Punya E-KTP Jelang Pilkada 2018
Sejumlah pendukung dan relawan bakal calon Bupati dan bakal calon Wakil Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Johannes Rettob menghadiri acara deklarasi pasangan tersebut di Lapangan Timika Indah, Timika, Papua, Rabu (10/1/2018). ANTARA FOTO/Spedy Paereng

tirto.id - Warga Papua yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah sebanyak 3.336.144 orang. Dari angka itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat ada 70 persen yang belum mengantongi e-KTP.

Sementara itu, jumlah penduduk Papua sendiri ada 4.247.758 atau meningkat sekitar 300 ribu jiwa hingga 31 Juni 2017.

Melihat fantastisnya angka pemilih yang belum punya KTP, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mempertanyakan persiapan KPU untuk menyelenggarakan pilkada serentak di Papua. Sebab, untuk mendapatkan hak pilih harus memiliki e-KTP atau surat keterangan pengganti.

"Bagaimana kesiapan KPU dalam menyelenggarakan Pilkada di Papua? Karena, pada Pilpres 2014 yang dibawa ke MK adalah Papua, terkait pemutakhiran suara pemilih dan sistem noken, dimana suara salah satu paslon yang nol," ungkap Titi di kantor KPU Jakarta pada Rabu (31/1/2018).

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra mengatakan bahwa pihaknya telah mendesak agar masyarakat Papua segera melakukan proses perekaman e-KTP secara bersama-sama karena sudah masuk proses pilkada.

Terkait langkah antisipasi terhadap pelanggaran pilkada secara umum, Ilham menyatakan pihaknya berusaha bekerja optimal memberikan bimbingan teknis kepada para petugas untuk kemudian diteruskan ke daerah-daerah, tidak terkecuali Papua.

"Salah satu potensi pelanggaran biasanya dilakukan oleh penyelenggara pilkada di daerah, tapi tidak semua. Bisa saja penyelenggara dikepung. Yang dominan itu intimidasai massa, sehingga mereka [penyelenggara] tidak sanggup, kemudian mereka lari," terang Ilham.

Ia menambahkan, ada pengalaman di pemilihan sebelumnya yakni perusakan kantor KPU di Jayawijaya karena ada calon yang tidak dapat partai. Padahal kantor tersebut baru diresmikan beberapa hari sebelumnya.

"Sekarang di Jayawijaya juga sedang terjadi sengketa yang datang dari partai Gerindra dan Hanura," ucapnya.

Hampir di semua tahapan pemilihan di Papua berpotensi konflik, mulai dari awal pencalonan, kemudian di masa pungut hitung suara, rekapitulasi. Ketika diketahui pasangan calon yang dipilih tidak lolos, tidak menang, langsung ada gejolak konflik.

"Pengalaman di Tolikara, pengalaman di Lanny Jaya, itu biasanya di rekapitulasi," kata dia.

Data Perludem mencatat, personel keamanan di daerah Papua sendiri ada 14 ribu orang, terdiri dari 7.200 Polri, 2.800 TNI, dan 4 ribu Linmas.

Kadivhumas Mabes Polri Kombes Pol Slamet Pribadi mengungkapkan untuk meredam kondisi rawan konflik politik di Papua, diperlukan penanganan edukasi semua pihak terkait di jajaran pemerintahan, partai politik, hingga masyarakat umum, meliputi edukasi politik, standardisasi pemilihan, dan sikap sportif.

Slamet mengatakan bahwa Papua telah menjadi daerah yang mendapat perhatian khusus bagi aparatur negara dalam pelaksanaan pilkada terkait keamanan.

"Edukasi sejak Juni untuk Papua karena memang dapat perhatian khusus. Diajarkan saluran hukum, menang-kalah itu gimana," ungkap Slamet.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari