tirto.id - Perusahaan kontraktor pelat merah, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, mengklaim kontrak yang mereka peroleh di sepanjang 2017 mayoritas berasal dari proyek jalan tol. Adapun porsi dari investasi jalan tol yang dilakukan melalui anak usaha itu dikatakan mencapai 69 persen.
“Disusul dengan kontrak-kontrak dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)/BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebesar 16 persen, pemerintah 10 persen, dan swasta hanya 5 persen,” tulis Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Shastia Hadiarti dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Kamis (1/3/2018).
Waskita mengungkapkan bahwa nilai kontrak baru yang diperoleh perseroan pada tahun lalu memang mengalami penurunan. Apabila dibandingkan dengan capaian pada 2016, nilai kontrak baru Waskita Karya turun dari Rp69,97 triliun menjadi Rp55,83 triliun.
“Namun nilai kontrak yang dalam pengerjaan pada 2017 meningkat menjadi Rp138,10 triliun atau naik 32,76 persen dibandingkan pada 2016 sebesar Rp104,02 triliun,” kata Shastia lagi.
Kinerja Waskita Karya sendiri pada tahun lalu secara keseluruhan terbilang positif. Mereka mencatatkan kinerja laba bersih yang melonjak sebesar 131,72 persen, dari Rp1,813 triliun pada 2016 menjadi Rp4,201 triliun pada 2017.
Capaian tersebut sekaligus menegaskan bahwa Waskita Karya mengalami pertumbuhan kinerja yang relatif signifikan pada empat tahun terakhir. Sejak 2014, mereka membukukan laba bersih perseroan yang bertumbuh 104,68 persen menjadi 1,048 triliun pada 2015. Selanjutnya laba bersih pada 2016 juga tercatat kembali meningkat 72,99 persen menjadi Rp1,813 triliun.
“Peningkatan signifikan pada laba bersih tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan usaha perseroan pada 2017 yang tercatat sebesar Rp45,21 triliun, atau bertumbuh 90,04 persen dibandingkan pencapaian pada 2016 sebesar Rp23,79 triliun,” jelas Shastia.
Pada 2017, total aset Waskita Karya melonjak menjadi Rp97,89 triliun atau 59,35 persen ketimbang saat 2016 yang sebesar Rp61,43 triliun. Total ekuitasnya pun naik dari Rp2,32 triliun pada 2013 menjadi Rp22,75 triliun pada 2017.
Kendati menorehkan catatan kinerja positif, rentetan kecelakaan kerja pada proyek Waskita Karya dalam enam bulan terakhir cukup membawa sentimen negatif terhadap harga saham perseroan di lantai bursa.
Sehari setelah peristiwa jatuhnya girder proyek pembangunan Tol Pasuruan-Probolinggo pada akhir Oktober 2017, harga saham Waskita ditutup Rp2.150,00 per saham atau melemah 2,27 persen. Lalu pada 20 Februari 2018 lalu saat kecelakaan kerja pada proyek pembangunan Tol Becakayu, saham Waskita kembali terkoreksi 1,93 persen menjadi Rp3.050,00 per saham.
Merespons terjadinya sejumlah kecelakaan kerja tersebut, Direktur Utama Waskita Karya M. Choliq pun mengaku siap dicopot dari posisinya. Dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang bakal digelar pada 6 April 2018, Choliq membenarkan bahwa jajaran direksi Waskita Karya akan dirombak.
Choliq pun mengakui bahwa perusahaannya memang lalai dalam memperhatikan faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta terlalu mengejar kecepatan penggarapan banyak proyek dengan dana secukupnya.
“Jadi hal teknik dalam K3 jadi agak terlupakan. Itulah yang perlu diingatkan. Size [kapasitas produksi] makin tinggi, harusnya manajemen K3 lebih canggih,” ujar Choliq di Jakarta pada Rabu (28/2/2018) kemarin.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari