tirto.id - Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Revisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi Undang-Undang.
Sebelum disahkan DPR menjadi UU, Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, sempat menyampaikan bahwa dalam pembahasan rancangan undang-undang perubahan tentang desa ini menuai polemik di kalangan masyarakat.
Menurut Supratman salah satu poin yang menuai polemik bagi masyarakat yakni adanya perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dengan ketentuan pembatasan dua kali masa jabatan.
Kendati menuai polemik, tambah Supratman, seluruh fraksi di DPR justru telah menyetujui terhadap pengesahan perubahan Undang-Undang Desa.
Di tahun sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI, Hamid Noor Yasin, sempat menegaskan juga bahwa pihaknya mendorong agar pembahasan RUU tentang Desa dapat disahkan pada tahun 2023 kemarin guna menjadi legacy bagi pemerintahan saat itu.
Daftar Poin Perubahan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan Tahun 2023
Hasil pembahasan DPR soal RUU Desa yang telah disahkan menjadi UU ini disepakati mencakup 26 angka perubahan.
- Pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak dua kali masa jabatan. Sebelumnya masa jabatan kepala desa hanya 6 tahun dengan maksimal 3 periode.
- Penyisipan Pasal 5A tentang pemberian dana konservasi dan/atau dana rehabilitasi
- Pasal 26, Pasal 50A, dan Pasal 62 ditambah pengaturan terkait pemberian tunjangan purna tugas satu kali di akhir masa jabatan kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan perangkat desa sesuai kemampuan desa.
- Penyisipan Pasal 34A terkait syarat jumlah calon kepala desa dalam Pilkades
- Ketentuan Pasal 72 tentang sumber pendapatan desa, ketentuan pasal 118 soal ketentuan peralihan, ketentuan 121A tentang pemantauan dan peninjauan Undang-Undang.
Mengapa Revisi UU Desa 2023 Menjadi Kontroversi?
Revisi Undang-Undang Desa hingga kini menuai polemik karena di dalamnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan, pembangunan, dan kesejahteraan desa. Publik menilai terdapat beberapa poin kontroversi di dalamnya.
Poin yang menjadi santer perhatian publik dalam revisi UU ini yakni adanya perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun atau maksimal 2 periode.
Selain itu, ada poin kontroversi lainnya seperti kenaikan anggaran desa yang dibahas dalam revisi UU Desa dimana besaran dana diubah yang sebelumnya Rp100 juta menjadi Rp200 juta per desa.
Tak hanya itu, pemerintah juga malah menambah tambahan dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah (DBHPRD) sebesar 10 persen dari total DBHPRD yang diterima oleh kabupaten/kota.
Beberapa poin itulah yang menuai kontroversi di kalangan masyarakat yang menilai terlalu signifikan dalam hal beberapa perubahannya.
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Dipna Videlia Putsanra