tirto.id - Jakarta punya pemimpin baru. Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 setelah dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (16/10/2017).
Anies menganggap bahwa pelantikan hari ini tidak semata bagi dirinya sendiri, melainkan bagi seluruh warga Jakarta. "Saya merasa kali ini bukan sekadar pelantikan saya sebagai gubernur (DKI) dan Sandi sebagai wakil gubernur, tapi juga perayaan untuk warga Jakarta," kata Anies di rumahnya, Lebak Bulus Dalam II, Jakarta Selatan.
Menengok kembali ke belakang, Anies-Sandi berhasil menang dalam Pilkada DKI Jakarta melalui proses yang cukup berliku. Meski awalnya sejumlah lembaga survei menyimpulkan bahwa pasangan kandidat ini tidak diunggulkan, mereka berhasil menjungkalkan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
Di putaran pertama, Anies-Sandi bisa mengalahkan Agus-Sylvi. Ketika itu Anies-Sandi memperoleh suara 39,95 persen. Sementara Ahok-Djarot berada di posisi teratas dengan perolehan 42,99 persen. Agus-Sylvi harus rela gugur dengan perolehan suara hanya 17,07 persen.
Setelah proses kampanye yang panjang, KPU DKI Jakarta akhirnya pada Minggu (30/4) dini hari mengesahkan hasil rekapitulasi penghitungan suara putaran kedua dan memutuskan Anies-Sandi menang dengan perolehan suara sebanyak 57,96 persen.
Ada sejumlah hal menarik yang terjadi sepanjang prosesi pelantikan ini, termasuk yang terjadi di Balai Kota, tempat dimana Anies-Sandi merayakan kemenangannya melalui pesta rakyat bertema Selametan Jakarta yang dihadiri oleh ratusan warga.
Baca juga:Seharusnya Djarot Hadir di Pelantikan Anies-Sandi
Djarot Tidak Datang
Di antara banyak pejabat yang datang dalam pelantikan Anies-Sandi di Istana Negara, yang tidak muncul batang hidungnya adalah rival saat Pilkada sekaligus mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Sementara rival mereka, Agus Yudhoyono, menyempatkan hadir memberikan selamat.
Berdasarkan unggahan Instastory Instragam yang dilansir istri Djarot via akun @happydjarot, diketahui keduanya sedang di Labuan Bajo, sebuah lokasi wisata terkenal di Nusa Tenggara Timur. Djarot mengaku tidak ada undangan untuknya, namun berdasarkan surat pengundangan yang diterima Tirto, nama Djarot jelas terpampang sebagai salah satu undangan.
Menurut keterangan Antara, sebelum hari pelantikan, Djarot memang pernah berujar ia akan berlibur ke sana. "Kebetulan anak-anak belum pernah ke sana," kata Djarot.
Dosen komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan bahwa ketidakhadiran Djarot adalah sinyalemen negatif. Meski tidak salah secara hukum dan tidak ada sanksi apa pun, tetapi tetap saja absennya Djarot tidak lazim dalam suksesi pemerintahan.
"Secara etika komunikasi politik rasanya kurang elok," kata Widodo kepada Tirto.
Baca juga: Sekda Saefullah Jadi Plt Gubernur DKI
Tak Jadi Pidato di DPRD
Berdasarkan jadwal resmi yang dilansir sehari sebelum pelantikan, Anies-Sandi sedianya akan berpidato untuk pertama kalinya di DPRD pukul 19.00. Namun agenda itu urung terselenggara.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau yang akrab disapa Haji Lulung mengatakan bahwa agenda ini diundur karena DPRD belum menyelenggarakan rapat Badan Musyawarah untuk menetapkan Paripurna Istimewa dan undangan kepada seluruh anggota dewan.
"Kalau sekarang enggak sempat, kita undur jadi hari Rabu. Besok baru bisa kita bawa ke Bamus (Badan Musyawarah)," ungkapnya saat ditemui di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.
Baca juga:Agus Harimurti Ucapkan Selamat ke Anies-Sandi
Didemo untuk Pertama Kali
Ketika Anies-Sandi masih berada di istana, sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI. Demo yang diikuti oleh dua puluhan orang ini masih berlangsung ketika Anies-Sandi datang, sekitar pukul 17.30. Ini adalah demo pertama yang ditujukan ke gubernur-wakil gubernur terpilih.
Berbagai poster dan spanduk mereka bawa. Di antaranya berbunyi: "Reklamasi Untuk Siapa?," "Kembalikan Pesisir Kami," "Reklamasi Rusak Ekosistem Laut," sampai "Menolak Reklamasi Menyengsarakan Anak-Anak Nelayan". Dari poster ini kita tahu apa yang mereka tuntut.
Janji menolak reklamasi memang salah satu dari 23 janji kampanye Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta, selain KJP Plus, KJS Plus, DP rumah nol persen, dan OK OCE. Saat masa kampanye, Anies-Sandi pun melakukan pemboikotan wilayah reklamasi bersama warga Teluk Jakarta.
Hari ini Anies memang tidak secara eksplisit menyinggung itu. Ia hanya menyebut bahwa "pengelolaan air, pengelolaan tanah, pengelolaan teluk tidak boleh untuk kepentingan perseorangan." Ia menyebut bahwa Teluk Jakarta adalah milik warga.
Sebelum bicara di Balai Kota, Anies juga sempat menegaskan perihal pemenuhan janji ini di rumahnya. "Setiap janji akan kami tepati," kata Anies.
Baca juga:Anies-Sandi dan Ujian Kesetiaan pada Parpol Pendukung
Menyinggung soal Pribumi
Omongan Anies soal reklamasi yang seakan mengakomodir keinginan warga tercoreng berkat pidatonya sendiri di Balai Kota. Ia mengatakan bahwa sejarah Jakarta adalah sejarah soal kolonialisme dan perlawanan dari masyarakat pribumi.
"Dulu kita semua, pribumi, ditindas dan dikalahkan. Saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri. Jangan sampai Jakarta seperti dituliskan pepatah madura, 'itik yang bertelur, ayam yang mengerami.' Kita yang bekerja keras merebut kemerdekaan, kita yang harus merasakan manfaat kemerdekaan," katanya di hadapan ratusan warga.
Warganet menanggapi pidato dengan riuh. Sampai berita ini dibuat, "Pribumi" berada di urutan teratas kata yang paling banyak digunakan di Twitter, dengan jumlah cuitan mencapai 24,5 ribu.
Selain soal penjajahan dan bagaimana pribumi terpinggirkan akan hal itu, Anies juga menyinggung soal ketuhanan, yang menurutnya layak jadi landasan kehidupan warga. Prinsip ini kemudian diejawantahkan dalam rasa kemanusiaan dan keadilan. "Tanpa ada yang terpinggirkan, terugikan, apalagi tidak dimanusiakan dalam kehidupannya," kata Anies.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti