tirto.id - Aktivis dan keluarga korban tragedi Semanggi I dan Semanggi II berkumpul di Kampus Atma Jaya memperingati Tragedi Semanggi I, Rabu (13/11/2019), tepat 21 tahun ini.
Mereka tak berhenti menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus tersebut.
"Tragedi Semanggi 1 perlu diselesaikan bahkan Presiden Jokowi mengatakan dalam visi misi dan program aksi Jokowi-JK bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini jadi beban politik bangsa," kata Maria Catarina Sumarsih, ibu dari korban Semanggi 1 Benardinus Realino Norma Irawan.
Usaha pengungkapan tragedi Semanggi sendiri telah melalui pelbagai dinamika. DPR periode 1999-2004 pernah membentuk pansus dan menyatakan tragedi Semanggi dan tragedi Trisakti bukanlah pelanggaran HAM berat.
Namun, Komnas HAM menggelar penyelidikan dan hasilnya diserahkan ke Komisi III DPR periode 2004-2009.
DPR lantas menghasilkan 4 rekomendasi yang salah satunya menyatakan kasus Trisakti, Semanggi 1, dan Semanggi 2 merupakan pelanggaran HAM berat.
"Namun kenyataannya berkasnya masih menggantung di Kejaksaan Agung dengan berbagai alasan Kejaksaan Agung tidak menindaklanjuti ke penyidikan," kata Sumarsih.
Aktivis Kontras, Dimas Bagus Arya mengaku sempat menaruh harapan pada Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik.
Namun, harapan itu pupus seiring pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI pada 7 November lalu.
Pada kesempatan itu Burhanuddin mengaku sulit mengungkap kasus pelanggaran HAM berat karena banyak alat bukti maupun saksi yang telah berpindah tempat, sehingga menyulitkan pembuktian.
Di sisi lain berkas penyelidikan oleh Komnas HAM disebut tidak memenuhi syarat formil dan materiil.
"Jadi seolah-seolah menyatakan tidak ada unsur pelanggaran HAM berat dalam beberapa kasus termasuk kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II," ujar Dimas di Kampus Trisakti pada Selasa (13/11/2019).
"Hal itu menunjukkan bahwa ke depan tidak akan ada progresifitas dari Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik dan penuntut kasus pelanggaran HAM berat terkait proyeksi dan visi dalam pengentasan kasus HAM berat," imbuhnya.
Meski demikian, Dimas berharap dalam pertemuan antara Komisi III DPR RI, Kemenkumham, Komnas HAM dan Kejagung pada 21 November mendatang akan merumuskan kebijakan yang akuntabel untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.
Jangan sampai, lanjut Dimas, pertemuan itu justru mengulang lagi retorika penyelesaian kasus secara non-yudisial.
"Yang minim sekali transparansi akuntabilitas dan keberpihakan pada keluarga korban," kata dia.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali