Menuju konten utama

#2019PrabowoPresiden: Upaya Gerinda Memonopoli Suara Anti-Jokowi

Gerakan #2019PrabowoPresiden menjadi upaya Gerindra merebut coattail effect Prabowo-Sandiaga dari PKS yang erat dengan #2019GantiPreaiden.

#2019PrabowoPresiden: Upaya Gerinda Memonopoli Suara Anti-Jokowi
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno resmi maju mencalonkan diri sebagai pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2019. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Gerakan #2019PrabowoPresiden dideklarasikan di Lampung, Jumat (7/9/2018) hari ini. Gerakan ini diinisiasi Ketua DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan berisi sejumlah politikus Gerindra lainnya di jajaran presidiumnya, yakni Haris Rusli Moti, Ricky Tamba, Mirah Sumirat, Habiburokhman, Salamudin Daeng, dan Siane Indriani.

“Kalau saya mau jelas saja. Presidennya ya Prabowo,” kata Dasco kepada Tirto saat ditanya perihal alasannya mendeklarasikan gerakan ini, pada Jumat siang.

Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mujahid juga mengamini dan mendukung gerakan itu, meskipun dirinya tak masuk sebagai presidium. Menurut Sodik, gerakan #2019PrabowoPresiden berfungsi untuk membuat pembedaan dari gerakan #2019GantiPresiden yang tak kental dengan identitas Gerindra di dalamnya dan menunjukkan peran partainya dalam memenangkan Prabowo-Sandiaga ke mata publik.

“Ada momen dan kanal di mana yang bergerak adalah kader Gerindra,” kata Sodik kepada Tirto.

Gerakan #2019GantiPresiden memang selama ini lebih cenderung menonjolkan PKS karena diinisiasi Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Tagar ini juga dikaitkan dengan gerakan 212 karena diisi aktris Neno Warisman, serta pentolan 212 Musthofa Nahrawardaya dan Haikan Hassani.

Mardani Ali Sera pada 4 September lalu bahkan secara terang-terangan menyatakan gerakan #2019GantiPresiden belum tentu mendukung Prabowo-Sandiaga jika tidak ada kontrak politik khusus.

Meskipun gerakan #2019PrabowoPresiden dimaksudkan untuk menonjolkan Gerindra, tapi PKS dan PAN tetap mendukung keberadaannya. Ketua DPP PKS Bidang Politik, Pipin Sopian menyatakan pihaknya bakal mengarahkan kadernya untuk ikut dalam gerakan itu.

"Tanpa harus kami menyampaikan ke kader pun sebenarnya semua sudah tahu bahwa yang kami dukung pada 2019 itu adalah Pak Prabowo dan Bang Sandi sebagai capres dan cawapres," kata Pipin kepada Tirto.

"Ya kami mempersilakan dan mengapresiasi siapa pun yang membuat tagar 2019 ganti presiden atau 2019 Prabowo presiden. Itu adalah hak setiap orang," kata Pipin menambahkan.

Hal senada disampaikan Wasekjen DPP PAN Faldo Maldini. Menurutnya, semakin banyak gerakan yang dibuat untuk mendukung Prabowo, maka semakin baik. "Ibaratnya dulu [Tahun] 1998 kan demonstrasi itu banyak gerakan dari Forkot, ada yang dari BEM, ada yang dari buruh," kata Faldo kepada Tirto.

Hanya saja, kata Faldo, PAN juga sedang menyiapkan gerakan sendiri untuk mendukung Prabowo dalam bentuk crowd sourcing atau gerakan kepedulian masyarakat. "Itu kan kayak benahi input-input lewat website. Donasi online. Kami akan mainnya ke arah sana sih. Tapi itu masih belum dirilis," kata Faldo.

Untungkan Gerindra, Rugikan Partai Pengusung Lainnya

Direktur Eksekutif Kedai Kopi Institute, Hendri Satrio menilai gerakan #2019PrabowoPresiden memang menjadi upaya Gerindra merebut coattail effect Prabowo-Sandiaga dari PKS yang erat dengan #2019GantiPresiden. Sebab, menurutnya, dengan langsung mencantumkan nama Prabowo bakal menghalau partai lain untuk mengkapitalisasi elektabilitas mantan Danjen Kopassus tersebut.

"PKS, Demokrat, PAN tidak memiliki afiliasi langsung ke Prabowo. Sandiaga juga masih dikenal kader Gerindra," kata Hendri kepada Tirto.

Maka, kata Hendri, dukungan PKS dan PAN kepada gerakan #2019PrabowoPresiden sebenarnya riskan mengurangi coattail effect Prabowo-Sandiaga kepada mereka. Tidak seperti gerakan #2019GantiPresiden yang netral secara nama dan mewakili berbagai jenis kelompok.

Selain itu, menurut Hendri, gerakan #2019PrabowoPresiden juga berpeluang merugikan pasangan Prabowo-Sandiaga. Sebab, menurutnya, dukungan kepada pasangan tersebut yang sudah meluas akibat gerakan #2019GantiPresiden justru akan menyempit kembali.

"Karena ganti presiden lebih ke gerakan masyarakat. Banyak pendukung nama yang muncul sebagai calon presiden waktu itu, ada Gatot, ada AHY, ada Abraham Samad, ada Rizal Ramli, nah itu sudah ke arah sana [Prabowo-Sandiaga] sebetulnya secara tidak langsung," kata Hendri.

Dukungan kepada Prabowo-Sadiaga dalam gerakan #2019GantiPresiden, kata Hendri, ditunjukkan dari hasil survei lembaganya pada akhir Agustus 2018. Menurutnya, Prabowo-Sandiaga menempati urutan pertama kecenderungan dukungan massa ganti presiden, disusul Gerindra dan PKS.

"Kalau menurut saya sih jangan sampai dihilangkan itu gerakan ganti presiden. Karena gerakan itu sampai saat ini masih besar pengaruhnya. Lebih besar daripada 2019 dukung Prabowo. Karena gerakan itu lebih tulus ketimbang 2019 dukung Prabowo," kata Hendri.

Hendri menyatakan, Gerindra sebetulnya cukup mendorong Prabowo-Sandiaga untuk memenuhi kontrak politik yang hendak diinisiasi Mardani jika ingin mengkapitalisasi dukungan publik kepada mereka.

"Yang perlu diperhatikan dan harus dipelajari oleh Pak Dasco juga itu [#2019PrabowoPresiden] melanggar aturan tidak kalau digembar-gemborkan. Karena sudah menyebut nama kan. Dia hanya bisa dikomunikasikan bila kampanye resmi dilaksanakan," kata Hendri.

(Ralat 7 September 2018 pukul 20.43: Sebelumnya kami menulis "#2019PrabowoPresiden" dengan "#2019DukungPrabowo" pada judul dan isi artikel. Kami mohon maaf atas kekeliruan ini).

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz